KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Maskapai Penerbangan Mengubah Jenis Penerbangan Sepihak

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Jika Maskapai Penerbangan Mengubah Jenis Penerbangan Sepihak

Jika Maskapai Penerbangan Mengubah Jenis Penerbangan Sepihak
Gianto Al Imron, S.H., M.H.Pusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair
Pusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair
Bacaan 10 Menit
Jika Maskapai Penerbangan Mengubah Jenis Penerbangan Sepihak

PERTANYAAN

Saya membeli tiket direct maskapai X pada tanggal 7 Desember 2023 dengan tujuan Singapura-Surabaya (berangkat tgl 6 Feb 2024, Pulang tgl 14 Feb 2024). Tiba-tiba diberi pemberitahuan bahwa tiket saya diganti menjadi connecting flight (tiket pulang pergi diganti transit Jakarta) pada tanggal 23 Des 2023. Sedangkan teman saya jadwal tiket pulang sama dengan saya tidak diganti. Saya merasa dirugikan oleh pihak maskapai X. Apakah saya bisa menggugat maskapai X tersebut? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Hubungan hukum antara penumpang yang membeli tiket dengan maskapai penerbangan dibingkai oleh kerangka hukum perjanjian, hukum pengangkutan udara, dan hukum perlindungan konsumen.

    Dalam konteks hubungan hukum tersebut, penumpang selaku konsumen dan pengangkut (maskapai penerbangan) sebagai pelaku usaha. Para pihak dalam hubungan hukum ini memiliki hak dan kewajiban baik yang telah disepakati dalam perjanjian maupun yang diatur dalam ketentuan undang-undang.

    Lantas, bagaimana hukumnya jika maskapai penerbangan mengubah jenis penerbangan penumpang dari direct flight menjadi connecting flight secara sepihak?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Hubungan Hukum antara Penumpang dengan Maskapai Penerbangan

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan mengenai layanan direct flight dan connecting flight. Sepanjang penelusuran kami, direct flight merupakan penerbangan langsung dari satu bandara ke bandara tujuan tanpa ganti pesawat. Layanan jasa direct flight ini memiliki kriteria bahwa dalam penerbangan itu hanya ada satu kode penerbangan. Dalam penerbangan internasional, konsumen pada model direct flight lebih nyaman dan aman karena tidak khawatir terhadap visa transit.

    KLINIK TERKAIT

    Langkah Konsumen Jika Produk Skincare Sebabkan Peradangan Kulit

    Langkah Konsumen Jika Produk <i>Skincare</i> Sebabkan Peradangan Kulit

    Berbeda dengan connecting flight yang merupakan layanan jasa penerbangan yang perlu transit dari satu atau lebih bandara hingga sampai di bandara tujuan akhir konsumen dan juga ganti pesawat. Model penerbangan jenis ini kurang begitu menguntungkan konsumen karena konsumen/penumpang harus transit di satu atau sejumlah bandara. Penumpang/konsumen harus menyiapkan tenaga, waktu, dan mental yang lebih besar bila dibandingkan menggunakan jasa penerbangan model direct flight.

    Selanjutnya, mengenai permasalahan yang Anda alami tersebut merupakan permasalahan yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan udara. Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau penumpang kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Hubungan hukum yang lahir dari perjanjian pengangkutan udara tersebut dibingkai dalam kerangka hukum perjanjian, hukum pengangkutan udara, dan hukum perlindungan konsumen.

    Berdasarkan perjanjian antara Anda dengan perusahaan maskapai penerbangan, maka Anda berkedudukan sebagai penumpang sekaligus konsumen pengangkutan udara dan perusahaan maskapai penerbangan sebagai pelaku usaha. Dalam hubungan hukum yang demikian itu, para pihak memiliki hak dan kewajiban, baik yang telah diuraikan dan disepakati dalam perjanjian maupun yang diatur di dalam undang-undang.

    Oleh karena itu, maka ketentuan dan prinsip dalam hukum kontrak, hukum pengangkutan udara (penerbangan), dan hukum perlindungan konsumen berlaku terhadap hubungan hukum antara Anda dengan maskapai penerbangan.

    Adapun prinsip dan ketentuan hukum yang berlaku dalam hubungan hukum tersebut adalah setelah perjanjian disepakati oleh para pihak maka mereka menjadi saling terikat satu sama lain.[2]

    Sebagai konsumen pengangkutan udara, Anda berkewajiban membayar harga sebagai imbalan jasa angkutan sesuai nilai atau jumlah yang ditentukan. Atas kewajiban membayar harga jasa pengangkutan udara yang telah Anda lakukan, maka Anda berhak mendapatkan layanan angkutan udara sesuai kesepakatan.

    Apabila Anda telah membeli tiket jenis direct flight maka Anda berhak atas layanan jasa itu. Sebaliknya, apabila Anda memilih jenis connecting flight maka Anda berhak atas jasa penerbangan itu. Perusahaan penerbangan selaku pelaku usaha memiliki kewajiban memberikan layanan jasa penerbangan sesuai pilihan konsumen.

    Setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan udara, maka badan usaha angkutan udara niaga (maskapai penerbangan) wajib mengangkut penumpang.[3] Selain itu, berdasarkan perjanjian pengangkutan udara, maka, konsumen berhak memperoleh pelayanan jasa dan hak sesuai dengan pilihan dan ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian dan diatur peraturan perundangan yang berlaku. Maskapai penerbangan berkewajiban memenuhi dan memberikan pelayanan jasa pengangkutan udara sesuai kesepakatan.

    Menggugat Maskapai Penerbangan yang Mengubah Jenis Penerbangan Sepihak

    Apabila konsumen telah menentukan pilihan jenis jasa layanan dan membayar jasa pengangkutan udara jenis direct flight maka pelaku usaha maskapai penerbangan tidak boleh mengubahnya menjadi connecting flight. Apabila pelaku usaha penerbangan melakukan perubahan jenis penerbangan yang berbeda dengan kehendak dan pilihan konsumen tanpa persetujuan konsumen yang bersangkutan, maka tindakan pelaku usaha itu melanggar sejumlah ketentuan hukum, antara lain Pasal 4 huruf b, Pasal 7 huruf a, c, f dan Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen.

    Dalam ketentuan Pasal 4 huruf b UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen memiliki hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, maka penumpang sebagai konsumen berhak atas layanan jasa pengangkutan udara sesuai kesepakatan yang ditentukan dalam perjanjian.

    Lain halnya dengan pelaku usaha yang menurut Pasal 7 huruf a dan c UU Perlindungan Konsumen memiliki kewajiban untuk beriktikad baik dan memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

    Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

    Selain itu, perubahan jenis layanan jasa yang dilakukan oleh maskapai penerbangan dari jenis penerbangan direct flight menjadi connecting flight merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap norma hukum yang telah ditentukan dalam perjanjian pengangkutan udara. Perbuatan maskapai penerbangan yang demikian itu berdasarkan ketentuan hukum perikatan atau hukum perjanjian dapat dikualifikasi sebagai bentuk ingkar janji atau wanprestasi.

    Perbuatan maskapai penerbangan tersebut menimbulkan akibat kerugian terhadap hak penumpang selaku konsumen. Atas perbuatan pelaku usaha yang sedemikian rupa, maka konsumen dapat menegakkan haknya dengan menggugat pelaku usaha. Dalil gugatan wanprestasi[4] dapat berupa gugatan pemenuhan atau pembatalan perjanjian beserta ganti kerugian yang didasarkan pada ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 1234 jo. 1238 jo. 1243 jo. 1244 KUH Perdata.

    Baca juga: Bunyi Pasal 1243 KUH Perdata tentang Wanprestasi

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
    4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

    Referensi:

    1. Abdulkadir Muhammad. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992;
    2. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 2001.

    [1] Pasal 1 angka 29 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”)

    [2] Lihat Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    [3] Pasal 140 ayat (1) UU Penerbangan

    [4] Baca dalam Abdulkadir Muhammad. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Adiyta Bakti, 1992, hal. 24

    Tags

    wanprestasi
    maskapai penerbangan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!