Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pertanggungjawaban dan Investigasi Apabila Kereta Api Terguling, yang dibuat oleh Abi Jam'an Kurnia, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Selasa, 12 Maret 2019.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Penyelenggaraan Perkeretaapian
Sebelum menjawab pokok pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab dalam kecelakaan kereta api? Perlu Anda ketahui terlebih dahulu, segala ketentuan mengenai kereta api telah diatur tersendiri dalam UU Perkeretaapian dan perubahannya.
Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.[1]
Selanjutnya, perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.[2]
Yang dimaksud dengan “selamat” adalah terhindarnya perjalanan kereta api dari kecelakaan akibat faktor internal. Sementara yang dimaksud dengan “aman” adalah terhindarnya perjalanan kereta api dari kecelakaan akibat faktor eksternal, baik berupa gangguan alam maupun manusia.[3]
Pertanggungjawaban Jika Terjadi Kecelakaan Kereta Api
Selanjutnya, hal pertama yang harus dilihat terlebih dahulu untuk menjawab pertanyaan siapa yang bertanggung jawab dalam kecelakaan kereta api adalah penyebab kecelakaan kereta api, karena ini menentukan siapa pihak yang harus bertanggung jawab.
Namun, dikarenakan Anda tidak menyebutkan penyebab kecelakaan kereta api, kami mengasumsikan kecelakaan kereta api anjlok, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia anjlok berarti keluar dari rel dikarenakan faktor internal. Hal ini berhubungan dengan tanggung jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.[4]
Akan tetapi sepanjang penelusuran kami, Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian kepada pengguna jasa atau penumpang, melainkan hanya bertanggung jawab kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian, sebagaimana diatur dalam Pasal 87 ayat (1) UU Perkeretaapian.
Apabila pihak yang berwenang menyatakan bahwa kerugian bukan disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian dan/atau terjadi keadaan memaksa (force majeure), maka Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab.[5]
Sedangkan pihak yang bertanggung jawab terhadap pengguna jasa atau penumpang yang mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api, misalnya dalam hal ini terjadi kecelakaan kereta api anjlok, adalah Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.[6]
Tanggung jawab Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dimulai sejak pengguna jasa atau penumpang diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati. Adapun tanggung jawab ini dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami.[7]
Namun patut dicatat, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, luka-luka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api.[8]
Bentuk pertanggungjawaban yang diberikan adalah ganti kerugian dan biaya pengobatan bagi pengguna jasa atau penumpang yang luka-luka atau santunan bagi yang meninggal dunia. Sementara untuk kerugian yang ditanggung adalah penggantian kehilangan atau kerusakan barang sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api.[9]
Lebih lanjut, batas waktu tanggung jawab tersebut adalah dipenuhinya kewajiban Penyelenggara Sarana Perkeretaapian memberikan ganti kerugian, biaya pengobatan, dan santunan paling lama satu bulan sejak kejadian. Selain itu, pengguna jasa atau penumpang yang mengalami kerugian, luka-luka, dan keluarga penumpang yang meninggal dunia harus memberitahukan kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian paling lama 12 jam terhitung sejak kejadian.[10]
Penanganan Kecelakaan Kereta Api
Dalam hal terjadi kecelakaan kereta api, pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian harus melakukan hal-hal sebagai berikut:[11]
- mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas;
- menangani korban kecelakaan;
- memindahkan penumpang, bagasi, dan barang antaran ke kereta api lain atau moda transportasi lain untuk meneruskan perjalanan sampai stasiun tujuan;
- melaporkan kecelakaan kepada Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perkeretaapian (Menteri Perhubungan), pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota;
- mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan masyarakat;
- segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api setelah dilakukan penyidikan awal oleh pihak berwenang; dan
- mengurus klaim asuransi korban kecelakaan.
Ketika terjadi kecelakaan kereta api, nantinya akan dilakukan pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan kereta api oleh pemerintah. Penelitian sebab-sebab terjadinya kecelakaan adalah bukan dalam kaitan dengan penyidikan (penegakan hukum), melainkan semata-mata untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam rangka perbaikan teknologi dan agar kecelakaan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Apabila dalam kecelakaan tersebut memang ada unsur melawan hukum, pemeriksaannya juga dilakukan oleh penyidik dalam rangka penegakan hukum.[12]
Secara lebih spesifik, Pasal 7 PP 62/2013 menyebutkan kecelakaan kereta api terdiri atas tabrakan antar kereta api, kereta api terguling, kereta api anjlok, dan/atau kereta api terbakar.
Akan tetapi, semua dokumen yang berkaitan dengan seluruh proses investigasi kecelakaan transportasi sampai dengan laporan investigasi kecelakaan transportasi dalam hal ini kecelakaan kereta api, tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses peradilan.[13]
Meski demikian, informasi mengenai investigasi kecelakaan transportasi akan didokumentasikan dan dipublikasikan serta dapat diakses dan digunakan oleh masyarakat.[14]
Sebab, investigasi ini bertujuan mengungkap suatu peristiwa kecelakaan transportasi secara profesional dan independen guna memperoleh data dan fakta penyebab terjadinya kecelakaan, agar tidak terulang kembali.[15]
Investigasi ini diselenggarakan berdasarkan prinsip tidak untuk mencari kesalahan (no blame), tidak untuk memberikan sanksi/hukuman (no judicial), dan tidak untuk mencari siapa yang bertanggung jawab menanggung kerugian (no liability).[16]
Baca juga: Barang Penumpang Dicuri, Bisakah Menuntut Ganti Rugi Kereta Api?
Demikian jawaban dari kami pertanggungjawaban atas kecelakaan kereta api, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
- Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2013 tentang Investigasi Kecelakaan Transportasi.
Referensi:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, anjlok, yang diakses pada 19 Oktober 2023, pukul 08.00 WIB.
[2] Pasal 3 UU Perkeretaapian.
[3] Penjelasan Pasal 3 UU Perkeretaapian.
[4] Pasal 1 angka 16 dan 17 UU Perkeretaapian.
[5] Pasal 88 UU Perkeretaapian.
[6] Pasal 157 ayat (1) UU Perkeretaapian.
[7] Pasal 157 ayat (2) dan (3) UU Perkeretaapian.
[8] Pasal 157 ayat (4) UU Perkeretaapian.
[9] Penjelasan Pasal 157 ayat (1) UU Perkeretaapian.
[10] Penjelasan Pasal 157 ayat (2) UU Perkeretaapian.
[11] Pasal 125 UU Perkeretaapian.
[12] Pasal 175 ayat (1) dan penjelasannya UU Perkeretaapian.
[14] Pasal 53 ayat (1) PP 62/2013.