KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pajak Penjual dan Pembeli dalam Jual Beli Tanah

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Pajak Penjual dan Pembeli dalam Jual Beli Tanah

Pajak Penjual dan Pembeli dalam Jual Beli Tanah
Dr. Subur Harahap, SE, Ak, MM, CFP, CA, CMA, CPA, ACPA, WMI, CBV, CRP, BKPKantor Konsultan Pajak Subur Harahap & Rekan
Kantor Konsultan Pajak Subur Harahap & Rekan
Bacaan 10 Menit
Pajak Penjual dan Pembeli dalam Jual Beli Tanah

PERTANYAAN

Pajak jual beli tanah ditanggung siapa? Apakah pihak penjual atau pembeli tanah? Berapa biaya pajak jual beli tanah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Atas transaksi jual beli tanah dan bangunan, pihak penjual dan pembeli masing-masing akan dikenakan pajak. Pihak penjual dikenakan PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Sedangkan untuk pihak pembeli akan dikenakan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Bagaimana rumus penghitungannya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “Pajak Penjual dan Pembeli” yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 15 Oktober 2010, yang pertama kali dimutakhirkan oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. pada 6 Desember 2017.

    KLINIK TERKAIT

    Ketentuan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29

    Ketentuan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    PPh Pengalihan Atas Tanah dan/atau Bangunan untuk Penjual

    Dalam konteks hukum pajak di Indonesia, istilah pajak penjual dan pembeli tidak dikenal, melainkan merupakan istilah umum di lapangan. Merujuk Pasal 1 PP 34/2016, pajak penjualan tanah adalah “penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:

    1. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
    2. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, terutang pajak penghasilan (“PPh”) yang bersifat final.

    Dengan demikian, pajak penjualan tanah dan bangunan harus dibaca menjadi PPh pengalihan atas tanah dan/atau bangunan.

    Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

    Pengertian ini memberikan penjelasan bahwa setiap adanya tambahan kemampuan ekonomis yang diterima dalam bentuk apapun merupakan objek pajak dan dikenakan PPh.[1] Hal selanjutnya yang perlu diketahui adalah apakah penghasilan ini menjadi objek PPh Tidak Final atau PPh Final. Sebab ini membedakan penghitungan dan pelaporan penghasilan itu sendiri dalam SPT Tahunan Wajib Pajak.

    Berapa biaya pajak jual beli tanah? Selain itu, motif penjualan tanah dan bangunan yang berbeda-beda menjadi alasan rasional dan logis bagi pemerintah untuk memberlakukan tarif pajak yang berbeda, misalnya hitungan tarif pajak berikut ini:[2]

    1. 0% atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik daerah (BUMD) yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud undang-undang mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
    2. 1% atas dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau
    3. 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa rumah sederhana atau rumah susun sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

     

    Contoh PPh Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan

    Sebagai contoh, A menjual tanah dan bangunan dalam bentuk rumah di daerah Pejaten, Jakarta Selatan dengan luas tanah 200m2 dan luas bangunan 250 m2 seharga Rp10 miliar. Dari transaksi ini dapat dihitung PPh atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan adalah:

    Tarif PPh Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan x Jumlah Bruto/Harga Bruto

    2,5% x Rp10 miliar = Rp250 juta

    Pengenaan tarif PPh 2,5% karena kategori objek yang dijual tersebut bukan untuk kepentingan negara dan bukan kategori rumah sederhana/rumah susun sederhana.

     

    BPHTB untuk Pembeli Tanah dan/atau Bangunan

    Selanjutnya untuk pembeli tanah dan/atau bangunan akan dikenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”) yaitu pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.[3]

    Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi:[4]

    1. Pemindahan hak karena jual beli; tukar-menukar; hibah; hibah wasiat; waris; pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya; pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; penunjukan pembeli dalam lelang; pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; penggabungan usaha; peleburan usaha; pemekaran usaha; atau hadiah; dan
    2. Pemberian hak baru adalah karena adanya kelanjutan pelepasan hak atau di luar pelepasan hak.

    Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% dan lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu, tarif BPHTB akan berbeda antar kota dan dipungut di wilayah daerah tempat tanah dan/atau bangunan berada.[5]

    Adapun rumus hitung pajak jual beli tanah BPHTB adalah sebagai berikut:[6]

    (Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) - Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)) x Tarif BPHTB

    Sebagai contoh, misalkan di Jakarta terjadi transaksi perolehan tanah dan bangunan sebesar Rp1 miliar, dan diketahui NPOPTKP kota Jakarta adalah sebesar Rp60 juta dan tarif BPHTB adalah 5%, sehingga besarnya BPHTB adalah:

    (Rp1 miliar – Rp60 juta) x 5% = Rp47 juta

    Biaya apa saja yang keluar saat jual beli tanah? Jadi, atas transaksi jual beli tanah dan bangunan, pihak penjual dan pembeli masing-masing akan dikenakan pajak. Pihak penjual dikenakan PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan tarif 2,5%, 1%, atau 0%. Sedangkan untuk pihak pembeli akan dikenakan pajak BPHTB yang besaran tarifnya paling tinggi 5% dengan rumus hitung sebagaimana dijelaskan di atas. Dengan demikian, menjawab pertanyaan pajak jual beli tanah ditanggung siapa, maka jawabannya pajak ditanggung oleh masing-masing penjual dan pembeli.

    Demikian jawaban dari kami tentang pajak jual beli tanah ditanggung siapa sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah kedua kalinya dengan  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
    4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.

    [1] Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengubah Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

    [2] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya

    [3] Pasal 1 angka 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (“UU 1/2022”)

    [4] Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU 1/2022

    [5] Pasal 47 dan Pasal 48 ayat (2) UU 1/2022

    [6] Pasal 48 ayat (1) UU 1/2022

    Tags

    bphtb
    pajak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!