Tindakan menilap uang termasuk dalam tindak pidana penggelapan. Menurut KUHP, orang yang melakukan penggelapan dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. Sedangkan menurut UU 1/2023, pidana penggelapan adalah pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Lalu, atas perbuatan panitia konser yang menilap uang tiket hingga mengakibatkan konser dibatalkan, bisakah pembeli tiket mendapatkan refund?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Tindakan menilap uang termasuk dalam tindak pidana penggelapan. Menurut KUHP, orang yang melakukan penggelapan dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. Sedangkan menurut UU 1/2023, pidana penggelapan adalah pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Lalu, atas perbuatan panitia konser yang menilap uang tiket hingga mengakibatkan konser dibatalkan, bisakah pembeli tiket mendapatkan refund?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan pelaku “tilep uang konser” yang Anda maksud adalah tindakan pelaku yang tilap atau menilap, yang berarti menggelapkan sesuatu barang, dalam hal ini uang.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dalam bahasa Belanda, istilah verduistering secara harfiah diterjemahkan sebagai penggelapan. Terminologi penggelapan memiliki arti luas (figurlijk), dan bukan diartikan sebagai membuat sesuatu menjadi tidak terang atau gelap. Namun, memiliki pengertian bahwa petindak menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai suatu benda (memiliki), hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai benda tersebut bukan karena kejahatan.[1]
Lebih lanjut, Tongat dalam bukunya Hukum Pidana Materiil, menjelaskan bahwa apabila suatu benda berada dalam kekuasaan orang bukan karena tindak pidana, tetapi karena suatu perbuatan yang sah, misalnya karena penyimpanan, perjanjian penitipan barang, dan sebagainya, kemudian orang yang diberi kepercayaan untuk menyimpan dan sebagainya itu menguasai barang tersebut untuk diri sendiri secara melawan hukum, maka orang tersebut berarti melakukan penggelapan (hal. 60).
Sejalan dengan pendapat di atas, C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil juga mendefinisikan penggelapan sebagai berikut:[2]
Barang siapa secara tidak sah memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, ia pun telah bersalah melakukan tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai verduistering atau penggelapan.
Intinya, tindak pidana penggelapan adalah tindak pidana yang termasuk dalam tindak pidana kejahatan terhadap harta kekayaan orang atau vermogensdelicten. Kejahatan terhadap harta kekayaan ini berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik petindak/pelaku penggelapan).[3]
Berkaitan dengan kasus yang Anda tanyakan, apa sanksi hukum bagi pelaku yang menggelapkan uang konser? Berikut ulasannya.
Tindak Pidana Penggelapan dalam KUHP dan UU 1/2023
Secara yuridis, tindak pidana penggelapan diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang akan berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[4] yakni tahun 2026 dengan bunyi sebagai berikut:
Pasal 372 KUHP
Pasal 486 UU 1/2023
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[5]
Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[6]
Menurut P.A.F. Lamintang, berikut adalah unsur-unsur dari pasal penggelapan dalam KUHP:[7]
unsur subjektif: dengan sengaja;
unsur objektif:
menguasai secara melawan hukum;
suatu benda;
sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; dan
berada padanya bukan karena kejahatan.
Kemudian Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023 menerangkan lebih lanjut perihal perbedaan penggelapan dengan pencurian. Pada tindak pidana penggelapan, barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku tindak pidana. Hal ini berbeda dengan pencurian di mana barang tersebut belum berada di tangan pelaku tindak pidana. Saat timbulnya niat untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah ada pada waktu barang tersebut diambil, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana pencurian, sedang pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku. Unsur tindak pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena tindak pidana.
Selengkapnya mengenai tindak pidana penggelapan dapat Anda baca pada Pasal 372 s.d. Pasal 377 KUHP, dan Pasal 486 s.d. Pasal 491 UU 1/2023.
Pasal Penggelapan dengan Pemberatan
Kemudian, penting untuk diketahui, pasal penggelapan memiliki unsur pemberat, sebagai berikut:
Pasal 374 KUHP
Pasal 488 UU 1/2023
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk penguasaan barang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[8]
Lalu, apa yang dimaksud dengan penggelapan dengan pemberatan? Beradanya benda di tangan pelaku yang disebabkan oleh ketiga hal tersebut, menunjukan adanya hubungan khusus antara orang yang menguasai benda tersebut, di mana terdapat kepercayaan yang lebih besar pada orang itu. Sehingga seharusnya ia lebih memperhatikan keselamatan dan pengurusan benda itu, dan bukan menyalahgunakan kepercayaan yang lebih besar itu.[9]
Kesimpulannya, jika memenuhi unsur-unsur dalam delik penggelapan, maka panitia konser yang tilap uang Rp1,5 miliar untuk foya-foya berpotensi dipidana berdasarkan Pasal 372 KUHP atau Pasal 486 UU 1/2023. Dalam hal uang berada di tangan pelaku karena adanya hubungan kerja, mata pencaharian, dan pelaku mendapatkan upah untuk itu, pelaku berpotensi dikenakan pasal penggelapan dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP atau Pasal 488 UU 1/2023.
Refund Uang Tiket Konser
Menjawab pertanyaan Anda yang kedua, apakah uang konser bisa di-refund jika konser batal? Pada dasarnya, menurut Pasal 4 huruf h UU Perlindungan Konsumen, pembeli tiket konser sebagai konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hal ini dipertegas kembali dalam Pasal 7 huruf g UU Perlindungan Konsumen yang menentukan bahwa promotor selaku pelaku usaha wajib memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Sehingga menurut hemat kami, pembeli tiket berhak memperoleh pengembalian uang tiket yang sudah dibayarkannya secara penuh atau yang dikenal dengan refund akibat batalnya konser. Penjelasan selengkapnya dapat Anda baca pada Konser Batal, Bisakah Uang Tiket Di-Refund Penuh?
Adami Chazawi. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Jakarta: Bayu Media, 2006;
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang: Media Nusa Creative, 2016;
Anhar. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penggelapan dengan Pemberatan yang Dilakukan Secara Berlanjut (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu No.12/Pid.B/2009/PN.PL). Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vol. 2, No. 1, 2014;
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000;
P.A.F. Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan terhadap Harta Kekayaan. Bandung: Sinar Baru, 2009;
Tongat. Hukum Pidana Materiil. Malang: UMM Press, 2006;
Tilap, yang diakses pada Kamis, 9 November 2023, pukul 02.40 WIB;
Menilap, yang diakses pada Kamis, 9 November 2023, pukul 09.00 WIB.
[2] C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000, hal. 252
[3] Anhar. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penggelapan dengan Pemberatan yang Dilakukan Secara Berlanjut (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu No.12/Pid.B/2009/PN.PL). Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vol. 2, No. 1, 2014, hal. 3