Apakah benar Pasal 5 UU 1/2023 mengatur tentang asas pelindungan dan asas nasionalitas aktif? Jika benar, apa itu asas pelindungan dan asas nasionalitas pasif? Bagaimana bunyi Pasal 5 KUHP baru?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Dalam KUHP lama, asas nasionalitas pasif diatur dalam Pasal 3 dan 4. Sedangkan dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru, asas pelindungan dan asas nasionalitas pasif diatur dalam Pasal 5.
Bagaimana bunyi pasal-pasal tersebut? Apa yang dimaksud dengan asas pelindungan dan nasionalitas pasif?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pengertian Asas Nasionalitas Pasif
Menurut I Wayan Parthiana, dalam hukum internasional, negara memiliki yurisdiksi atas orang yang bukan warga negaranya yang melakukan tindakan atau perbuatan yang merugikan negara itu ataupun warga negaranya sendiri, yang dilakukan di/dari luar wilayahnya. Hal ini disebut yurisdiksi kewarganegaraan pasif, atau dikenal dengan asas nasionalitas pasif. Dengan demikian, yurisdiksi semacam ini disebut dengan yurisdiksi personal berdasarkan prinsip pelindungan (protective principle). [1]
Hal serupa juga dijelaskan oleh Sefriani, yaitu berdasarkan prinsip nasionalitas pasif, negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri.[2]
Lantas, bagaimana rumusan asas nasionalitas pasif di dalam hukum pidana Indonesia?
Asas Nasionalitas Pasif dalam KUHP
Dalam hukum pidana Indonesia, rumusan asas nasionalitas pasif / asas pelindungan diatur dalam Pasal 3 dan 4 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, sebagai berikut:
Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
Pasal 4 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;
suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia;
pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan calon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Walaupun pada prinsipnya negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri, namun Pasal 3 dan 4 KUHP menggunakan istilah “setiap orang”. Dengan demikian, berdasarkan hukum pidana Indonesia, makna “setiap orang” bisa saja orang yang berkewarganegaraan Indonesia, orang yang berkewarganegaraan asing, ataupun orang tanpa kewarganegaraan.[3]
Asas Pelindungan dan Asas Nasionalitas Pasif dalam UU 1/2023
Sedangkan dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[4] yaitu tahun 2026, asas pelindungan dan asas nasionalitas pasif diatur dalam Pasal 5 sebagai berikut:
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana terhadap kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan dengan:
keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan;
martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/atau Pejabat Indonesia di luar negeri;
mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia;
perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia;
keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan;
keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara Indonesia;
keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik;
kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang; atau
warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional dengan negara tempat terjadinya Tindak Pidana.
Penjelasan Pasal 5 UU 1/2023
Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 5 UU 1/2023, ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum negara atau kepentingan nasional tertentu di luar negeri.
Penentuan kepentingan nasional tertentu yang ingin dilindungi dalam ketentuan ini, menggunakan perumusan yang limitatif dan terbuka. Artinya, ruang lingkup kepentingan nasional yang akan dilindungi ditentukan secara limitatif, tetapi jenis tindak pidananya tidak ditentukan secara pasti. Penentuan jenis tindak pidana yang dipandang menyerang atau membahayakan kepentingan nasional diserahkan dalam praktik secara terbuka dalam batas yang telah ditentukan sebagai tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia.
Perumusan limitatif yang terbuka ini dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas praktik dan dalam perkembangan formulasi tindak pidana oleh pembentuk undang-undang pada masa yang akan datang. Fleksibilitas itu tetap dalam batas kepastian menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Penentuan tindak pidana yang menyerang kepentingan nasional hanya terbatas pada perbuatan tertentu yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum nasional yang dilindungi. Lalu, pelaku hanya dituntut atas tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia.
Pelaku tindak pidana yang dikenai ketentuan ini adalah setiap orang, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Alasan penerapan asas nasional pasif, karena pada umumnya tindak pidana yang merugikan kepentingan hukum suatu negara, oleh negara tempat tindak pidana dilakukan tidak selalu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dilarang dan diancam dengan pidana.