Bagaimana peran PBB dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional? Jika dikaitkan dengan konflik Israel-Palestina, bagaimana peran PBB terhadap penyelesaian kasus Palestina dan Israel?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada intinya, keterlibatan PBB dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina berawal dari dikeluarkannya Resolusi Majelis Umum PBB 181/1947 yang disusul dengan resolusi-resolusi PBB lainnya. Namun, sampai saat ini PBB tidak memiliki daya yang kuat terhadap Israel karena konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel masih terjadi.
Lantas, apakah resolusi PBB hanya mempunyai kekuatan moral dan politik, ataukah bersifat mengikat semua anggota? Bagaimana seharusnya peran PBB dalam upaya menyelesaikan konflik bersenjata antara Israel dan Palestina?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian Perserikatan Bangsa-Bangsa
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (“PBB”). Sumaryo Suryokusumo menjelaskan bahwa PBB adalah organisasi internasional yang paling besar selama ini dalam sejarah pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai sektor kehidupan internasional. Organisasi ini telah meletakkan konstitusionalnya melalui instrumen pokok berupa Piagam PBB, dengan tekad semua anggotanya untuk menghindari terulangnya ancaman perang dunia yang pernah terjadi dua kali.[1] Kemudian, berdasarkan List of UN Member States, terdapat 193 negara anggota PBB.
Piagam PBB pada intinya memiliki tujuan dan prinsip yang mulia, yakni adanya kewajiban internasional semua negara untuk:[2]
Menghormati persamaan kedaulatan semua bangsa;
Tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu negara;
Tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu negara; dan
Berusaha menyelesaikan pertikaian antar negara secara damai.
Selanjutnya, organisasi PBB terdiri dari organ-organ pokok (main bodies) sebagai berikut: [3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Majelis Umum (General Assembly);
Dewan Keamanan (Security Council);
Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council);
Dewan Perwakilan (Trusteeship Council);
Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ “ICJ”);
Sekretariat (Secretariat).
5 Prinsip dalam Piagam PBB
Dalam kaitannya dengan usaha memelihara perdamaian dan keamanan internasional, PBB memiliki 5 prinsip dalam Piagam PBB, antara lain:[4]
Prinsip untuk Menyelesaikan Perselisihan Internasional Secara Damai
Prinsip ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (3) jo. Bab VI dan VIII Piagam PBB. Pada intinya, dalam hal terjadi perselisihan, sebelum memajukannya ke PBB, para pihak wajib mencari penyelesaian melalui perundingan, penyelidikan dengan mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian secara hukum dan mengambil jalan melalui badan atau peraturan regional atau dengan jalan damai lainnya yang dipilih para pihak.[5]
Prinsip untuk Tidak menggunakan Ancaman atau Kekerasan
Prinsip ini tercermin dalam Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB. Ketentuan tersebut dalam kaitannya dengan praktik PBB yang mengandung 3 aspek penting yaitu:
arti dari “ancaman penggunaan kekerasan”;
pembatasan yang dimaksud dalam “hubungan internasional”; dan
dalam kondisi apa kekerasan dapat dilakukan tanpa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB.
Prinsip Tanggung Jawab untuk Menentukan Adanya Ancaman
Prinsip ini diatur dalam Pasal 39 Piagam PBB. Selain tanggung jawab Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum PBB juga mempunyai hak untuk menentukan adanya ancaman dalam hal menyuarakan kepada Dewan Keamanan PBB untuk memberikan perhatian terhadap masalah yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan,[6] dan mendesak agar Dewan Keamanan PBB memberikan sanksi.[7] Selain itu, Majelis Umum PBB juga bisa memberikan rekomendasi mengenai langkah-langkah yang mungkin dapat diambil Dewan Keamanan PBB.[8]
Prinsip Pengaturan Persenjataan
Berdasarkan Pasal 26 Piagam PBB, untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan internasional dengan sesedikit mungkin mengalihkan penggunaan sumber daya manusia dan ekonomi dunia untuk persenjataan, maka Dewan Keamanan PBB dengan bantuan Komite Staf Militer diberi tanggung jawab untuk merumuskan rencana yang akan disampaikan kepada negara anggota PBB untuk pembentukan suatu sistem pengaturan persenjataan.
Prinsip Umum Mengenai Kerjasama di Bidang Pemeliharaan dan Kerjasama Internasional
Prinsip ini diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Piagam PBB, yang menyatakan bahwa Majelis Umum PBB dapat merumuskan prinsip umum bagi kerjasama guna memelihara perdamaian dan keamanan internasional, termasuk prinsip mengenai perlucutan senjata dan pengaturan persenjataan, serta dapat mengemukakan rekomendasi yang bertalian dengan prinsip-prinsip itu kepada negara anggota PBB atau Dewan Keamanan PBB atau keduanya.
Resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB
Pada dasarnya,United Nations resolutions atau resolusi PBB adalah ekspresi formal dari pendapat atau kehendak organ-organ PBB. Dalam arti lain, resolusi PBB merupakan keputusan yang dihasilkan organ PBB, yang ditujukan untuk negara anggota PBB dan juga untuk organ-organ lainnya dalam PBB.
Namun, bagaimana dengan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh PBB? Apakah keputusan itu hanya mempunyai kekuatan moral dan politik, ataukah bersifat mengikat semua anggota? Untuk menjawab pertanyaan ini, kami akan menjelaskan resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB yang dianggap sebagai dua badan utama yang penting.[9]
Letak kekuatan mengikat dari resolusi Dewan Keamanan PBB terdapat pada Pasal 25 Piagam PBB yang menyatakan “The members of the United Nations agree to accept carry out the decisions of the Security Council in accordance with present Charter“, yang artinya semua negara anggota PBB sepakat untuk menerima dan melaksanakan keputusan yang ditetapkan Dewan Keamanan PBB, sehingga resolusi yang dikeluarkan badan ini memiliki kekuatan yang mengikat (legally binding).[10]
Dalam proses pengambilan keputusan yang berupa resolusi harus memenuhi syarat sesuai Pasal 27 Piagam PBB agar sah dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum. Pada intinya, resolusi Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian suatu sengketa internasional sah apabila telah disetujui oleh suara 9 negara anggota Dewan Keamanan PBB termasuk 5 Permanent Members atau negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB tanpa ada veto dari 5 Permanent Members (Cina, Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat).[11] Jika salah satu dari negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB mengeluarkan veto, maka resolusi tidak diberlakukan dan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum.[12]
Sebagai informasi, resolusi Dewan Keamanan PBB mengikat bukan hanya kepada negara anggota PBB, tetapi juga kepada negara-negara bukan anggota PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (6) Piagam PBB.
Sedangkan mengenai keputusan Majelis Umum PBB, tidak diatur secara jelas dalam piagam. Keputusan Majelis Umum PBB yang hampir seluruhnya dituangkan dalam resolusi pada hakikatnya dapat dibedakan dalam 3 golongan sebagai berikut:[13]
Golongan pertama, yaitu resolusi yang berisi seruan, imbauan, harapan, permintaan maupun desakan yang pada hakikatnya hanya bersifat rekomendasi yang lebih banyak mempunyai kekuatan moral dan politik saja.
Golongan kedua adalah resolusi yang menyangkut anggaran yang mempunyai implikasi bagi kewajiban anggota untuk membayar kontribusi, keputusan yang berhubungan dengan pemilihan jabatan atau keanggotaan dalam badan-badan PBB dan resolusi yang berhubungan dengan penerimaan keanggotaan baru.
Golongan ketiga adalah resolusi atau deklarasi yang di dalamnya memuat perangkat aturan atau prinsip dalam hubungan dengan hukum internasional, di mana keputusan untuk itu disetujui oleh mayoritas terbanyak negara anggota.
Peran PBB dalam Upaya Penyelesaian Konflik Israel-Palestina
Dari berbagai resolusi yang dikeluarkan PBB, dapat disimpulkan bahwa PBB sudah melakukan berbagai upaya agar dapat menyelesaikan konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel, tetapi kenyataannya sampai saat ini PBB tidak memiliki daya yang kuat terhadap Israel karena konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel masih terjadi dan belum memiliki titik terang.[15]
Sebagaimana telah kami jelaskan, resolusi Majelis Umum PBB yang berupa imbauan dan seruan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan hanya memiliki kekuatan moral dan politik saja. Resolusi yang dibuat biasanya berdasarkan suara mayoritas dan tidak ada negara yang mempunyai hak veto. Selain itu resolusi Majelis Umum PBB tidak dapat memberikan sanksi terhadap Israel, karena resolusi yang dikeluarkan tidak mengikat (non-binding) atau hanya menyatakan keinginan masyarakat internasional.[16]
Sedangkan Dewan Keamanan PBB telah beberapa kali gagal dalam mengeluarkan resolusi yang mengutuk tindakan Israel. Kegagalan Dewan Keamanan PBB dalam mengeluarkan resolusi semata-mata disebabkan oleh hak veto. Meskipun suatu resolusi yang dicanangkan oleh Dewan Keamanan PBB mendapat dukungan dari mayoritas anggotanya, namun jika mendapat veto dari salah satu negara anggota tetap tersebut maka resolusi gagal dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.[17]
Menurut Dina Yulianti, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran sekaligus pakar hubungan internasional di Timur Tengah dan Afrika, menyatakan bahwa salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menggunakan hak veto adalah Amerika Serikat. Kemudian, perlu diketahui alasan mengapa kepentingan negara tertentu menjadi penghambat dari resolusi yang implementatif, dan mengapa Amerika Serikat selalu membela Israel dengan menggunakan hak veto. Pada dasarnya, hal ini terkait dengan doktrin kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang memandang bahwa keamanan Israel sama dengan keamanan Amerika Serikat. Sehingga, sumber daya dana, politik, persenjataan diberikan dengan sangat besar kepada Israel.
Lantas, siapa yang merumuskan kebijakan luar negeri Amerika Serikat? Menurut Robert Gilpin sebagaimana dikutip oleh Dina, terdapat 3 pihak yang mendominasi kebijakan luar negeri Amerika Serikat, yaitu:[18]
Kelompok Ultranasionalis, yaitu untuk menguasai cadangan minyak di Timur Tengah untuk mendapatkan dan mempertahankan keunggulan global Amerika Serikat.
Kelompok Neo-Konservatif yang menginginkan restrukturisasi radikal hubungan geopolitik di kawasan Timur Tengah untuk mendorong keamanan jangka panjang Israel, atau dalam arti lain keamanan Israel sama dengan keamanan Amerika Serikat.
Kelompok Kristen Evangelis sebagai kelompok terbesar dan terpenting yang mendukung Pemerintahan Amerika Serikat dan kebijakan-kebijakannya terhadap Timur Tengah, khususnya hubungan Amerika Serikat dengan Israel. Gerakan politik yang sangat termotivasi oleh agama dan semakin kuat ini mendukung kebijakan Amerika Serikat yang pro-Israel.[19]
Walau demikian, menurut Liona Nanang Supriatna, dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan sekaligus pakar hukum humaniter internasional, penting untuk digarisbawahi bahwa konflik Israel-Palestina bukan merupakan konflik keagamaan, melainkan konflik perebutan wilayah.
Lantas, bagaimana seharusnya peran PBB dalam upaya menyelesaikan konflik bersenjata antara Israel dan Palestina? Berdasarkan pendapat Dina, jika hak veto terus-menerus dikeluarkan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB, maka kebijakan PBB dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina tidak efektif dan PBB tidak dapat melakukan upaya apapun. Kecuali, negara anggota PBB sepakat untuk melakukan reformasi sistem PBB misalnya tidak ada lagi hak veto, dan mekanisme perdamaian yang berkaitan dengan kapan Pasukan Perdamaian PBB(United Nations Peacekeeping Force) dapat dikerahkan.
Ega Nur Cahya. Agresi Israel terhadap Palestina yang Berujung Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Palestina. Jurnal Pendidikan PKN Universitas Tanjungpura, Vol. 3, No. 1, 2022;
I Komang Oka Dananjaya. Kekuatan Mengikat Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam Penyelesaian Sengketa Internasional. Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 2, No. 2, 2013;
Muhammad Jamaluddin dan Erik Ilham Habibillah. Pengaruh Kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konflik Palestina-Israel. Jurnal Tapis: Teropong Aspirasi Politik Islam, Vol. 19, No. 1, 2023;
Robert Gilpin. War is Too Important to Be Left to Ideological Amateurs. SAGE Publications, Vol 19 (1): 5–18, 2005;
Sri Setianingsih Suwardi. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: UI Press, 2004;
Sumaryo Suryokusumo. Organisasi Internasional. Jakarta: UI Press, 1987;
Wiwin Yulianingsih dan Moch. Firdaus Sholihin. Hukum Organisasi Internasional. Yogyakarta: ANDI, 2014;
United Nations, 5 Permanent Members, yang diakses pada 20 November 2023, pukul 23.12 WIB;
Kami telah melakukan wawancara via Zoom dengan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran sekaligus pakar hubungan internasional di Timur Tengah dan Afrika, Dr. Dina Yulianti, S.S., M.Si., pada 8 November 2023, pukul 15.05 WIB.
Kami telah melakukan wawancara dengan dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan sekaligus pakar hukum humaniter internasional, Dr. iur Liona Nanang Supriatna, SH., M.Hum., pada 21 November 2023, pukul 08.50 WIB.
[11] I Komang Oka Dananjaya. Kekuatan Mengikat Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam Penyelesaian Sengketa Internasional. Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 2, No. 2, 2013, hal. 3
[12] Sri Setianingsih Suwardi. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: UI Press, 2004, hal. 165
[14] Muhammad Jamaluddin dan Erik Ilham Habibillah. Pengaruh Kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konflik Palestina-Israel. Jurnal Tapis: Teropong Aspirasi Politik Islam, Vol. 19, No. 1, 2023, hal. 36
[15] Ega Nur Cahya. Agresi Israel terhadap Palestina yang Berujung Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Palestina. Jurnal Pendidikan PKN Universitas Tanjungpura, Vol. 3, No. 1, 2022, hal. 47
[16] Muhammad Jamaluddin dan Erik Ilham Habibillah. Pengaruh Kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konflik Palestina-Israel. Jurnal Tapis: Teropong Aspirasi Politik Islam, Vol. 19, No. 1, 2023, hal. 42
[17] Muhammad Jamaluddin dan Erik Ilham Habibillah. Pengaruh Kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konflik Palestina-Israel. Jurnal Tapis: Teropong Aspirasi Politik Islam, Vol. 19, No. 1, 2023, hal. 41
[18] Robert Gilpin. War is Too Important to Be Left to Ideological Amateurs. SAGE Publications, Vol 19 (1): 5–18, 2005, hal. 5
[19] Robert Gilpin. War is Too Important to Be Left to Ideological Amateurs. SAGE Publications, Vol 19 (1): 5–18, 2005, hal. 16