Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Regulasi tentang Start-Up
Kami asumsikan yang Anda maksud sebagai start-up selaras dengan definisi yang diberikan Yudho Yudhanto dalam bukunya Information Technology Business Start-Up (hal. 3), yaitu bisnis model baru dalam mendirikan usaha dengan memaksimalkan fasilitas teknologi dengan didukung perencanaan matang, idealisme individu, dan juga tema usaha yang unik.
Ketiadaan regulasi yang mengatur secara khusus mengenai start-up ini memberikan peluang atau keleluasaan bagi para pendiri start-up untuk memilih jenis badan usaha apa yang hendak digunakan. Opsi badan usaha yang dapat digunakan tergolong dalam dua golongan, yaitu badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum. Badan usaha berbadan hukum terdiri dari perseroan terbatas (“PT”), yayasan, dan koperasi. Sedangkan, badan usaha tidak berbadan hukum terdiri dari persekutuan perdata, firma, dan persekutuan komanditer (“CV”). Dikarenakan bisnis start-up ini sendiri berorientasi pada pendapatan/laba, maka opsi jenis badan usaha yang dapat dipilih adalah PT, firma, dan CV.
Start-Up Berbentuk PT
Berkaitan dengan pertanyaan pertama Anda, kami asumsikan situasi tersebut terjadi dalam calon start-up berbentuk PT. Apabila Anda memilih bentuk PT, perlu diperhatikan bahwa akta pendirian PT memuat anggaran dasar PT. Muatan dari anggaran dasar PT ini sendiri sesungguhnya terbuka untuk diisi oleh para pendiri PT berdasarkan kesepakatan para pendiri PT.
Namun undang-undang mengatur mengenai hal-hal yang sekurang-kurangnya harus dimuat dalam anggaran dasar PT, sebagai berikut:
[1]nama dan tempat kedudukan PT;
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT;
jangka waktu berdirinya PT;
besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris;
penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan rapat umum pemegang saham (“RUPS”);
tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota direksi dan dewan komisaris;
tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Berdasarkan pengaturan tersebut, khususnya pada poin nomor 6, maka dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi perusahaan harus ditentukan terlebih dahulu sebelum PT yang bersangkutan menjalankan kegiatan usahanya.
Badan usaha PT lahir ketika akta pendirian PT yang bersangkutan telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Maka, sebelum PT lahir, perbuatan hukum atas nama PT yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris PT. Mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Apabila perbuatan dimaksud dilakukan oleh pendiri atas nama PT yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat perseroan.
[2]
Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan PT yang belum didirikan, mengikat PT setelah PT menjadi badan hukum apabila RUPS pertama PT secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya. RUPS pertama harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 hari setelah PT memperoleh status badan hukum. Namun persetujuan RUPS tidak diperlukan apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri sebelum pendirian PT.
[3] Oleh sebab itu, apabila jenis badan usaha yang Anda pilih adalah PT, struktur PT harus ada terlebih dahulu sebelum PT itu berdiri.
Bolehkah Founder Merangkap CEO dan Komisaris?
Dalam pertanyaan ketiga yang Anda berikan, Anda menyebutkan adanya organ komisaris yang mana hanya dikenal dalam badan usaha PT. Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu dijabarkan terlebih dahulu kewenangan organ komisaris ini. Komisaris adalah organ PT yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.
[4] Dengan demikian, secara sederhana tugas komisaris dalam suatu PT adalah sebagai pengawas.
Terkait dengan jabatan CEO, dalam UU PT, istilah CEO tidak dikenal. Organ PT hanya terdiri dari RUPS, direksi, dan dewan komisaris. Maka, perlu dijawab terlebih dahulu jabatan CEO di sini termasuk dalam organ PT yang mana. Kami asumsikan CEO yang Anda maksud bersesuaian dengan tugas direksi dalam suatu PT, yaitu berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan PT, sesuai dengan maksud dan tujuan PT serta mewakili PT, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
[5] Dengan demikian, tentu tidak dimungkinkan satu orang merangkap sebagai CEO dan komisaris dalam suatu PT.
Dikarenakan pendiri PT paling sedikit adalah dua orang, maka dengan kesepakatan para pendiri start-up, dapat ditentukan sekurang-kurangnya salah satu pihak sebagai direksi dan pihak yang lainnya sebagai komisaris.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Yudho Yudhanto. Information Technology Business Start-Up: Ilmu Dasar Merintis Start-Up Berbasis Teknologi Informasi. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2018.
[1] Pasal 15 ayat (1) UU PT
[2] Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU PT
[3] Pasal 13 ayat (1), (2), dan (5) UU PT
[4] Pasal 1 angka 6 UU PT
[5] Pasal 1 angka 5 UU PT