Hukum Persaingan Usaha dalam Pandangan Prof Ningrum Natasya Sirait
Perempuan dan Pendidikan Hukum

Hukum Persaingan Usaha dalam Pandangan Prof Ningrum Natasya Sirait

Salah satu dari berbagai faktor penyebab rapuhnya perekonomian pada krisis moneter 1998 karena Indonesia tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang jelas dalam sistem ekonomi yang diterapkan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Akhirnya adalah tindakan anti persaingan yang dilakukan oleh perusahaan/pelaku usaha yang menggunakan strategi untuk tujuan menghancurkan pesaingnya atau menghambat pesaing masuk kepasar, termasuk dalam hal ini adalah dalam bentuk integrasi vertikal, penetapan harga jual kembali (resale price maintenance) dan pembagian wilayah (market allocation).

 

“Keseluruhan tindakan yang sifatnya menghambat persaingan tersebut dapat difasilitasi melalui asosiasi. Diantara ketiga identifikasi diatas maka yang masalah yang pertama dan kedua adalah termasuk yang umumnya mendominasi masalah persaingan usaha di Indonesia dengan menunjukkan pada peran asosiasi pelaku usaha yang cukup signifikan,” imbuhnya.

 

Asosiasi berperan penting atas dan untuk anggotanya yang terdaftar dengan resmi dengan membat keputusan yang diambil dalam pertemuan yang sifatnya formal atau tidak formal yang dapat mempengaruhi keputusan anggotanya. Keputusan inilah yang sebenarnya rentan terhadap prinsip-prinsip yang diatur dalam Hukum Persaingan karena dapat bersifat anti persaingan dan pada akhirnya bahkan mampu mendistorsi pasar. Distorsi pasar juga ditambah lagi dengan peran serta para birokrat dan juga lemahnya pengawasan dalam menegakkan kepastian hukum (law enforcement).  Tidak jarang keputusan asosiasi akhirnya melahirkan monopolis atau oligopolis baru.

 

Bentuk perbuatan lain yang dapat dilakukan melalui wadah asosiasi dalam melakukan hambatan dalam perdagangan adalah bentuk oligopoli yang tidak formal. Kartel merupakan perbuatan yang dilarang dalam Hukum Persaingan dan diatur pada Pasal 11 UU No. 5 / 1999 dimana antara pesaing – pesaing berjanji untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa. Pasal ini diberlakukan hanya bila perjanjian tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

 

Peran dan Status KPPU

Pengawasan tindakan pelaku pasar melalui asosiasi sebagaimana diatur dalam UU No 5/1999 dilakukan melalui komisi pengawas independen (KPPU). Peran KPPU adalah disamping menunggu laporan dari masyarakat atau pihak yang merasa dirugikan, maupun pihak yang merasa mengetahui adanya praktik kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha juga bertindak proaktif dengan mengadakan penelitian, mencari masukan maupun mengadakan pemeriksaan terhadap pelaku usaha untuk mencari kebenaran. Kewenangan Komisi juga dirancang sebagai badan yang dapat mengeluarkan berbagai jenis tindakan atau sanksi administratif kepada pelaku usaha.

 

Ningrum berpandangan status kelembagaan KPPU merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU/2016. Putusan itu menyebutkan, KPPU merupakan lembaga negara bantu (state auxilliary organ). Secara sederhana KPPU adalah lembaga negara yang bersifat state auxilliary organ yang dibentuk di luar konstitusi, dan lembaga yang membantu pelaksanaan tuga lembaga negara pokok.

 

Putusan MK No. 85/PUU/2016 menyebutkan KPPU memiliki kewajiban membuat pertanggungjawaban kepada presiden. Pertanggungjawaban kepada Presiden menggambarkan bahwa fungsi KPPU sebagai lembaga negara bantu merupakan bagian dari lembaga negara utama di ranah eksekutif.

 

Revisi UU No. 5 Tahun 1999 harus mempertegas kewenangan lembaga, terutama dalam penanganan perkara, dan kerjasama dengan instansi lain yang tugas dan kewenangannya berdekatan. Begitu pula tentang status kepegawaian KPPU. Menurutnya, keharusan mengatur kejelasan status pegawai KPPU mengacu pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). “Karena status lembaga KPPU dan juga mempergunakan APBN,” katanya.

 

Tak kalah penting, perlu ada kepastian hukum bagi kelembagaan, karena peran penting sekretariat dalam membantu para komisioner KPPU. Khususnya dalam pengawasan dan penegakan hukum persaingan usaha, termasuk pula pengawas KPPU. “KPPU dalam bekerja perlu adanya pengawasan, independen harus tetap terjaga, namun juga harus tetap dalam koridornya. Pengawasan ini bisa dalam berbagai bentuk, di antaranya melalui dewan atau adanya majelis kode etik,” pungkasnya.  

 

Tags:

Berita Terkait