Koreksi atas Kelemahan Definisi Just Transition di Indonesia
Kolom

Koreksi atas Kelemahan Definisi Just Transition di Indonesia

Harus diperbaiki dengan contoh baik yang sudah dikenal secara internasional.

Mailinda Eka Yuniza (kiri) dan Stephanie Kristina Susanto (kanan). Foto: Istimewa
Mailinda Eka Yuniza (kiri) dan Stephanie Kristina Susanto (kanan). Foto: Istimewa

Melalui forum G20, Indonesia berhasil memperoleh dukungan finansial sebesar 20 miliar dolar AS dari berbagai negara yang tergabung dalam Just Energy Transition Partnership (JETP). Keistimewaan JETP terletak pada penekanannya pada aspek "just" atau keadilan. Just Energy Transition (JET) bertujuan agar transisi energi tidak hanya terjadi secepat mungkin, tetapi juga dilakukan secara adil bagi semua pihak.

Dalam menjalankan JET, Sekretariat JETP menerbitkan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) sebagai panduan utama. Artikel ini menganalisis apakah sudah ada definisi yang cukup terang mengenai Just Transition dalam dokumen CIPP tersebut. Tentu saja tujuannya agar dapat menjadi panduan bagi semua pihak untuk menerapkan konsep ini. Penulis menemukan kelemahan-kelemahan dalam definisi tersebut yang memerlukan rekomendasi perbaikan sesuai dengan international best practice.

Baca juga:

Definisi Keadilan yang Samar

CIPP mendefinisikan JET sebagai “transisi energi di mana risiko dan peluang sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dihasilkan didistribusikan secara adil di antara para pemangku kepentingan sesuai dengan kapasitas dan kondisi mereka, dengan tegas memungkinkan pemangku kepentingan yang rentan untuk mengurangi risiko dan mendapatkan manfaat dari peluang.”

Sayangnya, masih terdapat beberapa kesamaran dalam definisi itu. Pertama, definisi transisi berkeadilan tersebut gagal mendefinisikan apa yang dimaksud “adil”. Definisi dalam CIPP menggunakan kata adil untuk mendefinisikan keadilan, tepatnya ketika mengamanatkan pendistribusian risiko dan peluang secara “adil”. Maka masih tersisa pertanyaan soal apa yang dimaksud dengan pendistribusian yang “adil”.

Kedua, penggunaan kata “memungkinkan” yang tidak memberikan ketegasan mengenai jangkauan perlindungan bagi masyarakat rentan. Kata “memungkinkan” berarti dapat terwujud atau tidak terwujud. Artinya, pengurangan risiko bagi masyarakat rentan dalam definisi tersebut mungkin terjadi dan mungkin saja tidak.

Selain itu, juga terdapat setidaknya tiga kelemahan lain dari rumusan definisi dalam dokumen CIPP. Pertama, definisi yang ada mengabaikan isu apakah masyarakat benar-benar mendapatkan manfaat nyata dan terlindungi dari dampak negatif transisi energi. Kedua, definisi tersebut berpotensi menyebabkan pembebanan risiko tertentu secara sengaja kepada masyarakat rentan. Terakhir, definisi tersebut belum cukup melindungi masyarakat rentan dari dampak negatif yang ditimbulkan transisi energi.

Tags:

Berita Terkait