Panduan Media Internasional Bocor, Batasi Jurnalis dalam Penulisan Berita Konflik Israel-Palestina
Mengadili Israel

Panduan Media Internasional Bocor, Batasi Jurnalis dalam Penulisan Berita Konflik Israel-Palestina

Salah satunya membatasi kalangan jurnalis menggunakan istilah "genosida" dan "pembersihan etnis" atas situasi yang terjadi di Jalur Gaza.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Menurut analisis The Intercept terhadap The New York Times, Washington Post, dan Los Angeles Times, dari tanggal 7 Oktober hingga 24 November 2023, surat kabar besar hanya menggunakan istilah-istilah seperti “pembantaian”, dan “mengerikan” yang hanya ditujukan untuk warga sipil Israel dibunuh oleh warga Palestina dan bukan sebaliknya. Terlebih, Times tidak menyebut serangan berulang-ulang yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina sebagai “terorisme”, padahal warga sipil itu sendiri yang menjadi sasarannya.

Pada akhirnya, The New York Times tidak dapat mencapai kesimpulan dan mengakhiri penyelidikan internal mengenai apakah stafnya membocorkan informasi tentang liputan kontroversial di Gaza. “Kami tidak mencapai kesimpulan pasti tentang bagaimana pelanggaran signifikan ini terjadi,” kata Editor Eksekutif The New York Times Joe Kahn kepada staf Slack, dikutip dari New York Post.

Terlepas lazimnya keberadaan panduan penulisan berita dimiliki berbagai media terhadap jurnalis-jurnalisnya, hanya saja tidak berlebihan nampaknya jika menyebutkan adanya tantangan terhadap ancaman kemerdekaan pers (press freedom) yang seharusnya dijunjung tinggi dan diberikan bagi kalangan jurnalis. Mengingat eksistensinya tidak terlepas dari hak asasi manusia (HAM), khususnya hak kebebasan berekspresi yang merupakan hak fundamental. 

Selengkapnya Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebutkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak ini mencakup kebebasan untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan gagasan melalui media apapun dan tanpa memandang batas-batas”. Kemudian dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) pun kembali menegaskan melalui Pasal 19 dengan bunyi serupa.

Hal tersebut dijamin dalam DUHAM, mengenai kebebasan pers sebagai pengejawantahan dari hak untuk berkomunikasi dan menyampaikan pendapat. Tak hanya itu, kebebasan pers yang diberikan kepada kalangan jurnalis sangat penting bagi demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia itu sendiri. 

Di Indonesia sendiri secara normatif telah memiliki UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Kemerdekaan pers menjadi salah satu wujud kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum sesuai Pasal 2 UU Pers. Kemerdekaan pers pun dijamin sebagai hak asasi warga negara. 

Tags:

Berita Terkait