Penegakan Kedaulatan di Laut dan Navigasi Kapal Asing
Kolom

Penegakan Kedaulatan di Laut dan Navigasi Kapal Asing

Telaah hukum atas penahanan kapal MT Horse dan MT Frea.

Bacaan 7 Menit
Penegakan Kedaulatan di Laut dan Navigasi Kapal Asing
Hukumonline

Pada tanggal 24 Januari 2021 lalu, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) melakukan penindakan atas dua kapal tanker asing, MT Horse yang berbendera Iran dan MT Frea yang berbendera Panama. Diketahui bahwa kapal MT Frea ini dikelola oleh perusahaan logistik asal Shanghai, Cina. Kedua kapal asing ini diduga kuat telah melakukan pelanggaran aturan navigasi dan kegiatan ilegal alih-muat muatan minyak di wilayah perairan Indonesia.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh Bakamla RI hingga saat ini masih dalam proses namun banyak sekali pengamatan atau analisa atas kasus ini yang perlu dicermati dan bahkan perlu diluruskan. Beberapa pengamat keliru menafsirkan peraturan internasional dan nasional karena membaca dan melakukan analisanya secara parsial dan tidak menyeluruh. Hal ini terlihat pada logika pembacaan aturan hukumnya yang tidak koheren.

Penegakan hukum di wilayah laut yang juga berarti penegakan kedaulatan negara pantai, Indonesia akan menjadi sorotan bagaimana akurasi dan konsistensi tindakan negara ini terhadap kapal asing yang melanggar aturan domestiknya. Oleh karenanya, sangat penting sebuah analisa hukum yang akurat dalam penanganan kasus ini sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang keliru. Jika hal ini terjadi maka akan berakibat buruk pada pemahaman aparat penegak hukum dan tentunya reputasi Indonesia di mata dunia internasional.

Dengan luasnya laut, pengamanan dan penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksinya sudah tentu memiliki tantangan yang luar biasa. Hal ini ditambah lagi bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dan juga negara pihak dari United Nations on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 harus menerima kompromi kepada dunia internasional. Kompromi tersebut adalah Indonesia perlu menjamin adanya akses atau rute navigasi yang dinikmati oleh kapal-kapal asing yang melewati wilayah laut Indonesia. Akses navigasi itu terwujud dalam hak lintas damai (rights of innocent passage) di laut wilayah (territorial sea) dan hak lintas transit (rights of transit passage) di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).

Sebaliknya, UNCLOS 1982 juga memberikan hak dan kewajiban yang jelas bagi negara bendera kapal dan kapal asing yang sedang melaksanakan hak lintas damai dan hak lintas transit di alur laut kepulauan negara pantai. Oleh karena itu, kapal asing yang akan melintas di wilayah negara pantai selain negara benderanya wajib memperhatikan dan menghormati aturan dan hukum nasional negara pantai tersebut.

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang berdaulat melakukan penerapan hak dan kewajiban internasionalnya ke dalam hukum nasionalnya. Pengaturan atas hak dan kewajibannya dalam wilayah perairan dan wilayah yurisdiksinya dituangkan dalam setidaknya tiga undang-undang. Ketiga aturan nasional itu adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan (UU 6/1996), Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU 17/2008), dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU 32/2014).

Lebih khusus lagi, Indonesia memiliki aturan atas akses navigasi bagi kapal asing yang melintasi wilayah laut Indonesia. Aturan-aturan mendetail ini dituangkan dalam dua peraturan pemerintah di tahun 2002. Mereka adalah Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia (PP 36/2002) dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan (PP 37/2002).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait