Perlu Penegasan Norma Ultimum Remedium Soal Pengenaan Sanksi di Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Berita

Perlu Penegasan Norma Ultimum Remedium Soal Pengenaan Sanksi di Aturan Turunan UU Cipta Kerja

Terdapat lima kluster dalam penerapan sanksi di aturan turunan UU Cipta Kerja.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit

“Jangan sampai tujuan tidak tercapai karena fungsi kontrol lemah, karena jelas di Indonesia fungsi pengawasan itu lemah, kalau norma selesai, debat selesai, bagaimana RPP, RPP selesai bagaimana pengawasan, harus beriringan dan berurutan, terutama dampak. Karena dampak itu penting. Sekarang dunia usaha subyek hukum hampir semua korporasi, perorangan jarang sekali, dan itu korporasi yang besar. Mereka itu bukan korporasi ecek-ecek, mereka punya lawyer, punya strategi bagaimana melihat kelemahan-kelemahan di setiap ketentuan dalam RPP karena RPP kunci UU mencapai tujuan,” tegasnya.

Ketika pemerintah memberikan keringanan sanksi dengan mengedepankan sanksi admnistrasi, Romli juga mengingatkan kepada penegak hukum untuk melihat trade record akta notaris. Terutama apakah dalam pelaksanaannya sudah sesuai dengan tujuan pembentukan perseroan. Karena dalam beberapa perkara, banyak perusahaan yang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan celah prosedur pendirian PT.

Selain itu, 114 pasal pidana ini dinilai bisa menimbulkan masalah karena stelsel minimum masih dimungkinkan dan tidak ada ketentuan pidana pengganti denda, belum adanya kejelasan bagaimana jika diputus bersalah dan tidak membayar denda. Dan norma ultimum remedium harus ditegaskan dalam aturan turuan UU Ciptaker.

“Jika dikatakan sanksi administrasi dapat menarik investasi, itu benar. Tapi kalau ada masalah entah itu merger atau apa namanya itu pelaku binsi akan berkelat kelit di antara celah-celah tadi sehingga memudahkan investasi bisa menjadi masalah bagi investasi. Tujuannya sudah baik tapi perlu pengetatan, bagaimana mengunci masalah-masalah yang saya sampaikan khususya sanksi,” paparnya.

Romli pun mengharapkan yang terbaik terkait penyusunan pasal sanksi dalam RPP UU Ciptaker, dan pemerintah bersama aparat penegak hukum dapat menjaga dengan baik jika terjadi sesuai dalam pelaksanaanya, terutama dalam mengaplikasikan sanksi. 

“Artinya dua hal kita akan meninggalkan negara hukum dengan pola ombudsman. Kita bukan hanya negara hukum tapi juga negara kesejahteraan, Amerika dan Eropa sudah mengarah ke sana, kita juga ingin melakukan itu tapi cara meninggalkan negara hukum harus hati-hati. Uni Eropa itu sudah melakukan berbagai kajian pada tahun 1979 sebelum menjadi negara hukum dan kesejahteraan, mulai dari investment test, lingkungan, situasi dan kultur itu dipertimbangkan semua. Semoga hal-hal semacam ini juga sudah dipertimbangkan oleh para penyusun UU Ciptaker,” tandasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator dan Perekonomian (Menko) Airlangga Hartanto Produk menyampaikan bahwa hukum yang diundangkan pada tanggal 2 November 2020 lalu ini melakukan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha dengan melakukan penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Risk Based Approach). “Pendekatan perizinan berbasis izin (license base) diubah ke berbasis risiko (risk based),” kata Airlangga.

Tags:

Berita Terkait