101 Tantangan Peradilan di Mata President Hoge Raad Belanda
After Office

101 Tantangan Peradilan di Mata President Hoge Raad Belanda

Mewujudkan peradilan yang baik harus dimulai dari membangun Mahkamah Agung yang baik. Terutama dalam kualitas putusan yang konsisten.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Tentu saja juga ada perbedaan budaya di antara kedua negara. Walaupun ada ketentuan yang serupa, mungkin saja berbeda dalam penerapannya. Perlu ada komunikasi yang baik untuk saling memahami. Kita perlu saling menerima keberagaman budaya dan melakukan yang terbaik dalam membangun kerja sama saling menguntungkan.

 

Belum lama ini ada diskusi yang saya ikuti membahas kesatuan sistem hukum. Salah satu peserta mengatakan bahwa ide itu terdengar bagus, namun perlu menyadari bahwa beberapa bagian di dalam Indonesia saja ditemukan keberagaman hukum adat. Tentu kita harus menyadari keberagaman semacam itu. Kami juga memiliki keberagaman dalam sistem hukum Belanda meskipun tidak sebanyak Indonesia. Misalnya dengan wilayah kami di Kepulauan Karibia seperti Curacao.

 

Namun, posisi Mahkamah Agung kami tetap berlaku sebagai puncak peradilan bagi seluruh wilayah dan menjadi pemutus perkara berdasarkan hukum adat di sana. Meskipun di sana sangat berbeda adatnya, Mahkamah Agung kami tetap wajib mengupayakan kesatuan hukum sebanyak mungkin berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu, kami juga mengalami dilema dalam menjalankan tugas membangun kesatuan hukum dengan kenyataan di dalam negeri pun ada keberagaman budaya yang nyata. Ini adalah sebuah tantangan.

 

Apa yang membuat Hoge Raad tertarik dengan kerjasama ini?

Kami telah menjalin komunikasi dengan Indonesia sejak lama antara tahun 2008 atau 2009. Setelah itu kami juga pernah dikunjungi oleh pihak Mahkamah Agung Indonesia. Saat itu kami menjadi tertarik tentang Indonesia. Secara personal, saya yang paling tertarik karena nenek saya menghabiskan masa mudanya di Indonesia. Dia suka masakan Indonesia. Itu memberi kesan yang menyenangkan bagi saya tentang Indonesia. Tentu saja kita memiliki keterkaitan khusus antara kedua negara.

 

Ditambah lagi kami merasa kolega hakim dari Indonesia tertarik bagaimana peradilan di Belanda dijalankan. Semakin sering kami saling bertemu, semakin banyak kami lihat bahwa mereka tertarik dengan cara kerja peradilan di Belanda. Terutama setelah sistem kamar diterapkan di Mahkamah Agung. Kami tertarik untuk mengetahui bagaimana sistem itu dijalankan di Indonesia serta seperti apa jadinya nanti.

 

Apa yang harus dilakukan pengadilan agar putusan pengadilan mendapat kepercayaan publik yang tinggi?

Ada banyak aspek yang relevan untuk membangun kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Kerja sama ini membahas seluruh aspek tersebut. Hanya saja konsistensi putusan Mahkamah Agung menjadi yang paling penting. Saat publik melihat konsistensi di puncak peradilan, kepercayaan mereka akan meningkat. Dibutuhkan pusat data yang baik untuk menjaga konsistensi. Komunikasi publik yang baik juga dibutuhkan.

 

Lalu ketika pengadilan di bawah Mahkamah Agung mengikuti konsistensi putusan Mahkamah Agung, akan terwujud kepastian hukum di masyarakat. Itu semua membutuhkan pola pikir para hakim bahwa independensi hakim bukanlah soal independensi mereka secara personal. Mereka tidak harus selalu mengikuti kecenderungan keyakinan sendiri. Mereka harus menyadari pentingnya independensi pengadilan secara kolektif dalam kesatuan institusi.

Tags:

Berita Terkait