2018, MK ‘Cetak’ 10 Landmark Decisions
Utama

2018, MK ‘Cetak’ 10 Landmark Decisions

Mulai dari verifikasi parpol lama dan baru, larangan pengurus parpol menjadi anggota DPD, perjanjian internasional harus melibatkan DPR, hingga perintah pembentuk UU mengubah batas usia perkawinan bagi perempuan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

MK menegaskan untuk pemilu 2019, dalam proses pendaftaran calon anggota DPD dapat diberikan kesempatan bagi yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik yang dibuktikan pernyataan tertulis. (Baca Juga: MK ‘Haramkan’ Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD)

 

  1. Ambang Batas Pencalonan Presiden/Wakil Presiden Konstitusional

Melalui Putusan MK No. 49/PUU-XVI/2018 dan No. 54/PUU-XVI/2018, MK kembali menolak uji materi aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diatur Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Mahkamah tetap pada pendiriannya dalam beberapa putusan sebelumnya. Seperti, putusan MK No 51-51-59/PUU-VI/2008, No 56/PUU-VI/2008, No 26/PUU-VII/2009, No 4/PUU-XI/2013, No 14/PUU-XI/2013, No 46/PUU-XI/2013, hingga putusan terakhir yakni putusan MK No. No.53/PUU-XV/2017. 

 

Bagi Mahkamah, putusan MK mengenai konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu ini seperti termuat dalam putusan-putusan sebelumnya sudah didasarkan pertimbangan komprehensif yang bertolak pada hakikat sistem pemerintahan presidensial sesuai desain UUD 1945. Bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan kasuistis yang bertolak dari peristiwa-peristiwa konkrit. (Baca Juga: MK Kembali Tolak Uji Ambang Batas Pencalonan Presiden)

 

  1. Perjanjian Internasional Harus Libatkan DPR

Dalam Putusan MK No. 13/PUU-XVI/2018, MK mengabulkan sebagian uji materi aturan kewenangan DPR dalam perjanjian internasional di sejumlah pasal UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian International, khususnya Pasal 10. Dalam putusannya, Pasal 10 UU Perjanjian Internasional dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang hanya jenis-jenis perjanjian internasional tertentu harus mendapat persetujuan DPR dengan sebuah UU. (Baca Juga: MK: Perjanjian Internasional Ini Harus Libatkan DPR)

 

  1. Pembentuk UU Ubah Batas Usia Perkawinan bagi Perempuan

Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017 mengenai uji materi Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait batas usia perkawinan untuk laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun yang dimohonkan Endang Wasrinah, Maryanti, Rasminah yang diwakili pengacara publik yang tergabung dalam koalisi 18+. Dalam amar putusannya, MK memerintahkan pembentuk UU merevisi UU Perkawinan dalam jangka waktu tiga tahun, khususnya berkenaan dengan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan.

 

Mahkamah beralasan perbedaan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan menimbulkan diskriminasi gender yang berdampak tidak terpenuhinya hak perempuan. Meski, beralasan menurut hukum, MK tidak serta merta menyamaratakan batas usia perkawinan anak laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun. Sebab, hal ini menjadi kewenangan pembentuk UU untuk merumuskannya. (Baca Juga: Pembentuk UU Diperintahkan 'Rombak' Batas Usia Perkawinan!)

Tags:

Berita Terkait