3 Catatan Perbaikan Refleksi Kasus Baiq Nuril
Utama

3 Catatan Perbaikan Refleksi Kasus Baiq Nuril

Perbaikan tersebut dilakukan mulai dari revisi UU ITE, pembaruan hukum acara pidana, hingga evaluasi berkala aparat penegak hukum untuk menjamin terlindungannya korban kekerasan seksual dalam sistem peradilan pidana.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Berkaca dari perjalanan panjang keadilan bagi Baiq Nuril maka MaPPI FHUI dan ICJR menuntut:

  1. Pemerintah dan DPR segera mengkonkretakan wacana revisi untuk perbaikan UU ITE, kesalahan- keselahan UU ITE telah membuat korban yang seharusnya dilindungi justru dikriminalisasi;
  2. Pemerintah dan DPR segera melakukan upaya-upaya untuk mendukung pembaruan hukum acara pidana dalam pembaruan KUHAP yang cenderung lamban direformasi, ketika sistem peradilan pidana bergerak begitu cepat;
  3. Pemerintah, DPR dan Mahkamah Agung dalam kewenangannya masing-masing secara seksama mengambil langkah-langkah untuk mengevaluasi aparat penegak hukum untuk menjamin adanya perspesktif perlindungan korban dalam kasus-kasus yang melibatkan kelompok rentan, seperti perempuan korban kekerasan seksual.

 

Pemerintah Buka Pintu Revisi UU ITE

Menanggapi banyaknya harapan sejumlah pihak terkait kasus yang menimpa Baiq Nuril Maknun, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly menyatakan pemerintah membuka diri untuk melakukan revisi kembali terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang sudah direvisi dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 itu.

 

“Jadi ya, saya dan nanti dengan Menkominfo akan duduk bersama untuk melihat, ya untuk revisi  UU ITE tentunya pasti, ini kan kalo kita revisi lagi, kali kedua yang kita revisi,” kata Yasonna seperti dilansir situs Setkab, menjawab wartawan usai menamdampingi Presiden Jokowi menerima Baiq Nuril Maknun, di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, Jumat (2/8) sore.

 

Diakui Menkumham setelah diteliti ada yang harus disempurnakan dari UU ITE itu. Tetapi ia menegaskan, bukan berarti kita hilangkan karena kalau kita hilangkan juga persoalannya bisa bubar lagi nanti, semua orang bisa pasar bebas, melakukan sesukanya di sosial media apalagi perkembangan terakhir sosial media dengan mudah digunakan untuk merusak karakter orang lain, karakter assassination, maupun hoaks dan lain lain.

 

Yang juga tidak kalah penting, menurut Menkumham, sudah diperlukan segera undang-undang amnesti dan abolisi supaya pedomannya menjadi lebih jelas. Ia menjelaskan, pasca amandemen UUD 1945 Pasal 14 ayat 2 yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi itu, undang-undangnya belum ada.

 

“Makanya itu harus kita buat supaya ke depannya menjadi jelas prosedur tata cara dan siapa saja yang berhak mengajukan amnesti dan abolisi,” jelas Yasonna.

 

Menkumham menampik kemungkinan hal itu masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, karena  rencana undang undang amnesti abolisi  masih dalam tahap studi naskah akademik, tidak mungkin pada tahun ini. “Tidak mungkin dalam periode ini karena DPR akan selesai pada September, tidak akan ngejar nanti akan kita bawa kepada periode selanjutnya,” ujarnya.

 

Demikian juga mengenai revisi UU ITE, menurut Menkumham, tidak mungkin dilakukan sekarang. Namun ia berjanji akan berbicara dengan menteri kementerian terkait supaya disiapkan naskahnya dulu. “Saya akan perintahkan kepala BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional untuk mulai mengkaji ya,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait