Arah Kebijakan OJK Hadapi Risiko Perang Dagang AS-Cina
Profil

Arah Kebijakan OJK Hadapi Risiko Perang Dagang AS-Cina

OJK lebih berperan dari segi pembiayaan, yakni meyakinkan sektor keuangan siap mendukung program pemerintah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Ini proses normal negara berkembang jadi produsen yang tadinya konsumen. Ini sejalan dengan konsep free trade yang dimotori WTO, semua flowing, ini membuat permasalahan di AS yang mengenakan beberapa tarif supaya defisit neraca perdagangannya meski tidak hilang setidaknya berkurang. Ini yang membuat implikasi pada negara-negara berkembang yang tadi ekspornya banyak kepada Amerika sekarang dikenakan tarif.

 

Otomatis  jadi berpikir karena ekspor mahal. Sehingga produksinya mesti berkurang kalau produksi berkurang beli bahan bakunya juga berkurang. Which is bahan bakunya dari Indonesia sehingga bisa terimbas second round effect dari pengenaan tarif Amerika ke Cina, ekspor menjadi menurun.

 

Tapi ada kesempatan. Pelaku usaha Indonesia bisa bilang ke Amerika kalau barangmu ke Cina dikenakan tarif bisa ambil barang dari Indonesia. Sehingga ada oppurtunity, ekspor ke Cina berkurang tapi ekspor ke AS naik. Tapi perlu kerja keras. Saya yakin ini bisa karena defisit neraca Amerika ke Indonesia enggak besar, dan juga enggak betul (AS) kenakan tarif ke Indonesia. Yang berpikir begitu bukan hanya Indonesia melainkan Vietnam, Thailand juga sama. Sehingga kita harus compete dengan mereka.

 

Kemudian, ini kebijakan dalam negeri yang sudah digariskan pemerintah yaitu mendorong industri berbasis ekspor. Ini kebijakan yang tidak akan pernah berubah. Harus ada upaya memberikan insentif dan mendorong bagi perusahaan yang berorientasi ekspor. Kedua, mendorong industri substitusi impor supaya menggunakan cadangan devisa kita untuk hal produktif terutama energi yang impornya banyak. Kita buat energi terbarukan.

 

(Baca: Ini Strategi OJK Mengawasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital)

 

Kita juga dorong pariwisata supaya dolar kita banyak. Pariwisata bagus punya 10 seperti Bali, ada Borobudur, Mandalika, Toba. Sehingga, kita dorong turis global makin banyak. Industri hilir mengolah bahan baku jadi barang jadi atau setengah jadi sehingga bisa menyerap banyak tenaga kerja dan harus ramah lingkungan. Itu strategi per sektoral, ada pariwisata, perikanan terus juga industrialisasi hilir termasuk pengolahan kelapa sawit, industri hilir di minyak, agrikultur, mining, smelter ini digerakkan bersama-bersama. Meskipun ekspor turun ini menyerap tenaga kerja sehingga harapannya ekspor naik. Kendala-kendala kita tackle sehingga ada perang tarif atau perang dagang itu tidak masalah.

 

Lalu, bagaimana peran konkret OJK?

OJK perannya adalah dari segi pembiayaan. Yakinkan sektor keuangan siap dukung semua. Kalau sektor keuangan, kami yakin siap permodalan. Likuiditas juga siap. Suku bunga ter-manage sehingga bisa tetap rendah meskipun suku bunga deposito naik. Suku bunga kredit tetap rendah. Bank tetap untung karena fee based dengan menggunakan teknologi. Nah, ini momentum. Pasar modal akan kita develope dengan berbagai instrumen kita ciptakan. Kalau bisa disekuritisasi mengenai piutangnya.

 

Pembiayaan di pasar modal ada Rp190 triliun untuk dukung PE. Untuk kredit (Perbankan 2020, red) ada Rp500 triliun. Lantas, yang penting alokasi sektor mana yang jadi prioritas. Ini di perbankan diprioritaskan pada sektor-sektor prioritas pemerintah untuk mendukung orientasi ekspor, menyerap tourism, menyerap tenaga kerja, ramah lingkungan, jangan sampai tidak ada prioritas alokasi. Mungkin kredit diberikan tapi tidak berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan ekspor. Prioritasi dalam realokasi pembiayaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait