Aspek Integritas Sebabkan Pejabat Tersangkut Korupsi
Terbaru

Aspek Integritas Sebabkan Pejabat Tersangkut Korupsi

Korupsi bisa terjadi karena tingginya biaya politik saat pencalonan kepala daerah.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Beberapa hari terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat negara. Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho, menilai aspek integritas menyebabkan masih banyaknya pejabat atau kepala daerah tersangkut korupsi.

"Kenapa sekarang KPK melakukan OTT terhadap pejabat di tingkat daerah. Pertama adalah aspek integritas para pejabat masih kurang," kata Hibnu, seperti dikutip dari Antara.

Menurutnya, alasan kedua, OTT yang dilakukan oleh KPK adalah kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh kementerian maupun upaya pencegahan dari KPK rupanya kurang didengar atau kurang mendapatkan respons kepala daerah.

"Ketiga, pengawasan di daerah mungkin lemah, sehingga sampai tercium oleh KPK di Jakarta dan selanjutnya dilakukan OTT. Keadaan seperti ini, saya kira sebagai bentuk respons bahwa korupsi di Indonesia masih masif, sehingga KPK harus turun tangan," katanya.

Terkait dengan hal itu, Hibnu mengatakan aspek penindakan, aspek pencegahan, dan aspek tata kelola harus merupakan satu kesatuan dalam pembenahan di tingkat birokrasi pemerintahan daerah. Menurutnya, penindakan yang dilakukan oleh KPK tidak hanya melalui OTT, juga dengan mengungkap kasus lama seperti masalah pengadaan yang berorientasi pada gratifikasi. (Baca Juga: KPK Amankan Rp1,7 Miliar dari OTT Bupati Musi Banyuasin)

"Probolinggo gratifikasi, Kuantan Singingi demikian juga, kemudian kasus Banjarnegara konon juga seperti itu. Nah, ini memang perlu ada suatu mekanisme tata kelola yang betul-betul bagus, yang dilakukan oleh KPK ataupun pihak-pihak yang punya kewenangan itu, sehingga jangan sampai ke depan itu banyak kepala daerah yang kena masalah hukum," katanya lagi.

Lebih lanjut, Hibnu mengatakan semua teori bisa menjadi penyebab kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, kata dia, korupsi bisa terjadi karena tingginya biaya politik saat pencalonan kepala daerah maupun faktor lainnya.

"Tetapi saya melihatnya ke integritas. Apa pun yang terjadi kalau integritasnya cukup, saya kira enggak (akan korupsi), terbukti masih banyak (kepala daerah) yang baik-baik. Kan ini kelihatan sekali, dari data yang ada, gelar perkaranya kelihatan, perkaranya sekian, modusnya seperti ini, kan kelihatan sekali berarti integritasnya kurang," katanya.

Ia mengakui sebelum menjabat, para kepala daerah sebenarnya sudah menandatangani pakta integritas. "Hanya saja mereka tidak tahan godaan. Godaan yang selalu mengikuti, godaan yang selalu menggoda dan rupanya tidak tahan godaan itu," kata Hibnu.

Seperti diketahui, KPK pada Selasa (19/10), menetapkan Bupati Kuansing 2021-2026 Andi Putra dan Sudarso sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Penetapan tersangka setelah sehari sebelumnya KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap keduanya.

Lili mengatakan setelah dilakukan pengumpulan informasi dan berbagai bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi tersebut, KPK kemudian melakukan penyelidikan sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup.

"Selanjutnya, KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan dua tersangka," ucap Lili.

Atas perbuatannya, tersangka Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan sebagai penerima, Andi Putra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001.

Dalam OTT pada Senin (18/10), tim KPK total menangkap delapan orang, yakni Andi Putra, Sudarso, Hendri Kurniadi (HK) selaku Ajudan Bupati, Andri Meiriki (AM) selaku staf Bagian Umum Persuratan Bupati, dan Deli Iswanto (DI) selaku sopir bupati. Selanjutnya, Senior Manager PT Adimulia Agrolestari Paino (PN), Yuda (YD) selaku sopir PT Adimulia Agrolestari, dan Juang (JG) selaku sopir.

Dalam kasus ini, KPK menduga Andi Putra menerima suap senilai Rp700 juta yang diberikan secara bertahap dari Sudarso. “Sebagai tanda kesepakatan, sekitar bulan September 2021 diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh SDR kepada AP uang sebesar Rp500 juta,” ujar Lili.

Selanjutnya pada 18 Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang sekitar Rp200 juta kepada Andi Putra.

Lili menjelaskan untuk keberlangsungan kegiatan usaha dari PT Adimulia Agrolestari yang sedang mengajukan perpanjangan HGU yang dimulai pada 2019 dan akan berakhir pada 2024, salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan.

Ia mengatakan lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT Adimulia Agrolestari yang dipersyaratkan tersebut terletak di Kabupaten Kampar, Riau, padahal seharusnya berada di Kabupaten Kuansing.

"Agar persyaratan ini dapat terpenuhi, SDR kemudian mengajukan surat permohonan ke AP selaku Bupati Kuantan Singingi dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan," ujarnya lagi.

Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara Sudarso dan Andi Putra. Dalam pertemuan tersebut, kata Lili, Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar.

"Diduga telah terjadi kesepakatan antara AP dengan SDR terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut," ujar Lili.

Tags:

Berita Terkait