Beragam Alasan GBHN Tidak Relevan Lagi
Utama

Beragam Alasan GBHN Tidak Relevan Lagi

Karena tidak sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang dianut saat ini terutama sistem pemerintahan presidensial.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas Feri Amsari mengingatkan harus ada alasan yang kuat dan jelas untuk mengamandemen konstitusi. Sekitar tahun 2002, MPR menerbitkan TAP MPR No.I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi. Komisi ini dibentuk karena amandemen UUD RI 1945 yang telah dilakukan sebanyak 4 kali dirasa perlu dikaji dan diamandemen kembali. Hasil Komisi Konstitusi ini, menurut Feri berupa naskah amandemen kelima dan tidak pernah dibahas MPR.

 

Alih-alih melanjutkan pembahasan naskah amandemen kelima itu, kata Feri, sejumlah elit politik malah mengangkat isu baru terkait amandemen konstitusi yang menyasar GBHN. Menurut Feri, rencana amandemen untuk memberlakukan kembali GBHN itu tidak sejalan dengan komitmen bernegara, antara lain membangun sistem pemerintahan presidensial yang kuat.

 

Melalui wacana ini, Feri melihat ada keinginan dari pemimpin partai politik untuk memiliki kekuasaan di MPR atau “mengendalikan Presiden” melalui GBHN. Jika GBHN berlaku, maka presiden akan dikoreksi oleh MPR, apakah menjalankan GBHN atau tidak. Kemudian presiden juga dikoreksi oleh DPR, apakah telah menjalankan UU atau tidak.

 

Untuk saat ini, kata Feri, tidak ada urgensi untuk membentuk dan memberlakukan GBHN karena arah pembangunan nasional sudah tertuang dalam konstitusi dan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Ketimbang amandemen UUD RI 1945 untuk mengembalikan GBHN, Feri mengusulkan lebih baik DPR fokus terhadap fungsinya di bidang legislasi dan pengawasan. Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dibenahi dalam konstitusi, misalnya memperkuat DPD, KPU, dan KY.

 

Hal lain yang dikhawatirkan Feri, amandemen ini akan menyasar isu lain, misalnya mengembalikan fungsi MPR untuk memilih presiden. Ruang gerak presiden akan terbatas jika posisinya sebagai mandataris MPR. Beda dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung membuat pemerintah percaya diri untuk menerbitkan kebijakan karena mendapat legitimasi dari rakyat.

 

“Jika MPR punya kewenangan menetapkan GBHN (lagi), maka peran partai politik sangat menentukan,” katanya.

 

Agenda terselubung

Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan wacana amandemen UUD RI 1945 untuk mengembalikan GBHN merupakan agenda terselubung. Amandemen ini akan membuka kotak pandora dan membuat isu lain masuk. “Awalnya isu GBHN, lalu amandemen, MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dan pemilihan presiden tidak langsung. GBHN bukan isu sentral, tapi hanya isu pembuka,” paparnya.

Tags:

Berita Terkait