Genosida dan Kompleksitas Mengadilinya
Kolom

Genosida dan Kompleksitas Mengadilinya

Cara sederhana untuk melihat niat genosida dari Israel ini adalah dengan memeriksa actus reus kejahatan.

Bacaan 6 Menit

Indonesia juga memiliki pengaturan tentang genosida. Pasal 8 UU No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: a. membunuh anggota kelompok; b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kompleksitas Mengadili Genosida

Kendati mudah mendefinisikannya—bahkan rumusannya hanya copy-paste secara eksplisit dalam sejumlah statuta internasional—, mengadili kasus-kasus genosida tidak semudah itu.

Kesulitan pertama adalah ketika pelaku atau terduga pelakunya entitas negara. Negara sangat bisa menjadi pelaku kejahatan. Namun, pada saat bersamaan negara juga mengendalikan badan-badan peradilan dan fungsi yudikatif. Kecuali rezim yang berkuasa mengalami pergantian dan penggantinya berani mengadili pendahulunya, sering kali negara tak tersentuh dalam perkara genosida.

Kesulitan kedua adalah ketika pelakunya kelompok-kelompok massa yang membantai secara masif kelompok lainnya. Begitu masifnya sehingga sukar ditemukan siapa penggerak, siapa penanggungjawab, siapa provokator, dan siapa yang sekadar ikut-ikutan. Sering kali jumlah warga sipil yang melakukan kekerasan berkelompok ini begitu banyak dan sporadis. 

Kesulitan ketiga adalah menentukan apakah unsur-unsur delik (element of crimes) telah terpenuhi untuk menyebut suatu kejahatan sebagai genosida. Misalnya dalam membuktikan apakah ada unsur niat (mens rea) untuk membantai (intent to destroy) seluruh atau sebagian kelompok.

Kesulitan keempat adalah ketika menggunakan mekanisme mahkamah atau hukum internasional untuk mendakwa genosida di suatu negara. Yurisdiksi dari mahkamah adalah tergantung kepesertaan negara yang bersangkutan dalam statuta/konvensi terkait. Misalnya apakah negara yang bersangkutan menjadi negara peserta (state party) atas Genocide Convention 1948 ataupun Rome Statute 1998 yang memiliki yurisdiksi mengadili kasus genosida.

Erin Blakemore (2022) menyebutkan bahwa secara teknis PBB hanya dapat menjatuhkan hukuman terhadap genosida ketika negara yang berpartisipasi belum memenuhi kewajibannya untuk mengadili sendiri kejahatan itu. Akibatnya, genosida dapat diadili di berbagai tempat dan oleh entitas yang berbeda. Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa definisi genosida tidak cukup untuk mencegah orang melakukan kejahatan. Kesulitan pembuktian juga membuat jaksa penuntut jarang sekali mengajukan kasus genosida.

Tags:

Berita Terkait