Isu Monopoli dan Kepailitan di Tengah Holding BUMN Tambang
Holding BUMN Tambang

Isu Monopoli dan Kepailitan di Tengah Holding BUMN Tambang

Hilangnya status “Persero” dalam Anggaran Dasar Perseroan PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk memiliki konsekuensi hukum berupa hilangnya keistimewaan antara lain menjadi subjek yang tunduk terhadap ketentuan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

“Maka terkait penyelenggaraan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara, Pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 1999 menentukannya secara sistematis dengan tetap mendasarkan pada alasan-alasan yang rasional berupa pertimbangan profesionalitas, legalitas, dan efektivitas pencapaian sasaran tujuan penyelenggaraan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan,” tulis Ningrum.

 

Pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 1999

Urutan-Urutan yang Menjadi Acuan Pemerintah Menentukan Pihak Penyelenggara Monopoli dan/atau Pemusatan Kegiatan yang Berkaitan dengan Produksi dan/atau Pemasaran Barang dan/atau Jasa yang Menguasasi Hajat Hidup Orang Banyak serta Cabang Produksi yang Penting bagi Negara, sebagai berikut:

1. Diselenggarakan oleh BUMN

2. Diselenggarakan oleh BUMN dan badan yang dibentuk pemerintah

3. Diselenggarakan oleh BUMN dan lembaga yang dibentuk pemerintah

4. Diselenggarakan oleh Badan yang dibentuk pemerintah

5. Diselenggarakan oleh Lembaga yang dibentuk pemerintah

6. Diselenggarakan oleh BUMN dan badan yang ditunjuk pemerintah

7. Diselenggarakan oleh BUMN dan lembaga yang ditunjuk pemerintah

8. Diselenggarakan oleh Badan yang ditunjuk pemerintah

9. Diselenggarakan oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah

Sumber: Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, NLRP (2010)

 

Ketua Umum Asosiasi Advokat Persaingan Usaha Indonesia (Indonesian Competition Lawyer Association/ICLA), Asep Ridwan berpendapat bahwa Holding BUMN Industri Pertambangan sesungguhnya memang menempatkan tiga anggota Holding BUMN sekaligus induk Holding itu sendiri dalam posisi yang rawan lantaran berada dalam posisi monopoli ataupun posisi dominan. Sehingga,  kondisi tersebut rawan menjadi pantauan otoritas persaingan usaha, dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

 

“Hal ini karena biasanya KPPU cenderung sering memantau perusahaan-perusahaan yang punya posisi monopoli atau dominan di pasar,” kata Asep kepada Hukumonline, Rabu (6/12).

 

Asep menjelaskan, secara prinsip monopoli tidak dilarang sepanjang praktik tersebut tidak  menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Sesuai ketentuan Pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 1999, praktik monopoli ataupun pemusatan kegiatan harus dilakukan berdasarkan undang-undang. Namun, selama ini penyelenggaraan atau pelaksanaan oleh BUMN ataupun badan lain yang ditunjuk pemerintah dilakukan melalui Peraturan Pemerintah. Bahkan, kata Asep, setiap pembentukan BUMN juga melalui Peraturan Pemerintah yang mana hal tersebut sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2003.  

 

Sesuai Pasal 2A ayat (7) PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan PT, kata Asep, tiga anggota Holding BUMN Pertambangan tetap diperlakukan seperti BUMN apabila mendapatkan penugasan dari pemerintah. apalagi secara historis ketiganya merupakan perusahaan yang berstatus BUMN.Dan apabila anak usaha BUMN mendapatkan penugasan dari pemerintah, ketiganhya bisa dikecualikan berdasarkan Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999, yakni dalam rangka menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

“Meski demikian, memang ada dampaknya dari sisi competition law, dimana anak BUMN bisa tidak masuk lagi pengeculian berdasarkan Pasal 51 apabila tidak ada penunjukan atau penugasan khusus dari pemerintah. Jadi frasa “undang-undang” itu dalam rangka pengecualian untuk monopoli atau pemusatan kegiatannya. Sedangkan konteks untuk pembentukan BUMN atau lembaga yang dibentuknya, tetap dapat dilakukan melalui PP dan bahkan selama ini pembentukannya memang melalui PP,” kata Asep.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait