Ketua KY Jaja Ahmad Jayus: “Pengaduan Masyarakat Seperti Gelombang”
Wawancara

Ketua KY Jaja Ahmad Jayus: “Pengaduan Masyarakat Seperti Gelombang”

Membuka akses terhadap informasi hukum, seperti yang dilakukan hukumonline, sangat membantu masyarakat.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Ada beberapa langkah dan tindakan yang dilakukan KY sesuai dengan amanat UU antara lain melakukan advokasi. Agar masyarakat bisa mengakses peran KY agar punya peran yang baik dalam kerangka mewujudkan peradilan yang bersih itu, maka sesuai rumusan undang-undang KY membuka kantor penghubung di daerah. Itu dalam rangka membuka akses masyarakat terhadap keadilan melalui mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Masyarakat bisa ikut merasakan pengawasan bahwa beracara di pengadilan itu sudah clear, akuntabel dan sebagainya.

 

Artinya, Kantor Penghubung itu menjembatani KY dengan masyarakat?

Ya, karena KY hanya ada di Jakarta, dan kita tidak punya perwakilan di daerah, beda dengan lembaga lain seperti Ombudsman yang punya Ombudsman daerah atau pengadilan yang ada di daerah. Memang sih sekarang sudah zaman teknologi, orang bisa langsung melapor ke Komisi Yudisial, tetapi faktanya tidak semua orang melek teknologi. Penghubung itu menjembatani keperluan masyarakat yang belum melek teknologi atau ingin melapor di daerahnya.

 

(Hingga kini Komisi Yudisial mempunyai Kantor Penghubung di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku).

 

Lantas apa yang dilakukan KY baik langsung maupun melalui kantor penghubung agar masyarakat semakin paham dan berpartisipasi dalam pengawasan peradilan?

Tentu ada langkah-langkah yang dilakukan Komisi Yudisial, dan tentunya semua pemangku kepentingan peradilan mendukung langkah-langkah yang dilakukan KY dalam rangka membuka akses masyarakat terhadap dunia peradilan. Misalnya, KY sering melakukan sosialisasi kepada stakeholder peradilan termasuk teman-teman partner KY seperti NGO dan organisasi kemasyarakatan, baik keagamaan maupun budaya, yang punya potensi bersinggungan dengan dunia peradilan. Kemudian, dengan kalangan perguruan tinggi. Kita sosialisasikan fungsi dan peranan KY. Betapa pentingnya peran KY itu terutama dalam penegakan etik, karena kata kuncinya sebenarnya dalam kehidupan apapun adalah etik. Etika itu berkaitan dengan akhlak. Kita adakan sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan, lalu pemantauan bersama dengan kalangan perguruan tinggi dan masyarakat sipil. Itu sering kita lakukan.

 

Hukumonline.com

Ketua KY Jaja Ahmad Jayus. Foto: HOL/FEB

 

Apakah tingkat partisipasi masyarakat mengawasi peradilan yang disampaikan ke KY naik signifikan?

Kalau dilihat datanya, seperti gelombang, kadang naik kadang turun. Naik atau turunnya tidak jauh. Misalnya, pada 2016 pengaduan naik, tahun 2017 turun, lalu naik lagi di 2018. Sepanjang Januari-April 2019, laporan yang langsung ke kita 528. Jadi, belum genap satu semester kita sudah terima sebanyak itu laporan. Itu laporan baik langsung, online maupun surat. Itu belum termasuk 325 tembusan. Kalau tahun lalu sekitar 750-an laporan, ditambah 700-an tembusan, totalnya sekitar 1700, jadi kemungkinan jumlahnya diprediksi hampir sama. Sampai April saja sudah 853 laporan. Varian laporannya ada. Ada yang mudah ditindaklanjuti, ada yang kompleks masalahnya karena kasus besar dan pihaknya banyak. Atau kadang saksi yang dipanggil tidak bisa datang pada waktunya, hakim yang akan diperiksa juga sudah pindah dan sebagainya.

 

Jadi, tidak mudah mengungkap kasus?

Ya, apalagi menyangkut uang dan perselingkuhan. Kita harus investigasi dulu. Jadi harus dipastikan data dan hasil pemeriksaan kita akurat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait