Ketua KY Jaja Ahmad Jayus: “Pengaduan Masyarakat Seperti Gelombang”
Wawancara

Ketua KY Jaja Ahmad Jayus: “Pengaduan Masyarakat Seperti Gelombang”

Membuka akses terhadap informasi hukum, seperti yang dilakukan hukumonline, sangat membantu masyarakat.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Apa tantangan KY ke depan untuk mengawasi peradilan?

Pertama, kita punya penghubung dengan jumlah terbatas. Jejaring perguruan tinggi juga punya waktu yang sangat terbatas. Kita sebenarnya berharap perguruan tinggi punya partisipasi aktif, tanpa harus MoU dengan kita tanpa ada perintah dari kita seharusnya ada inisiatif baik melalui pengabdian masyarakat maupun kegiatan-kegiatan yang sifatnya pengabdian dari mahasiswa, baik yang intrakurikuler maupun yang ekstrakurikuler, itu bisa membantu peran-peran KY. Begitu juga dengan NGO berperan aktif tanpa harus diminta. Kita dengan keterbatasan penghubung kalau anggaran memungkinkan perlu menambah jumlah penghubung untuk memperluas akses masyarakat untuk melaporkan hasil pengawasan peradilan.

 

Masih berkaitan, adakah daerah yang oleh KY diawasi betul sementara daerah lain pengawasannya kurang?

Selama ini, enam besar laporan yang masuk ke KY didominasi oleh provinsi yang jumlah penduduknya besar, dan cenderung sudah bergeser ke kota metropolitan, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, yang melakukan pengawasan juga banyak karena perguruan tingginya banyak, NGO-nya juga aktif. Laporan dari daerah2 ini sangat mudah sampai ke Komisi Yudisial. Tetapi daerah yang sangat jauh dari hiruk pikuk ibukota, ke daerah-daerah yang jauh, terus terang pengawasan kita memang minim. Apakah ini karena keterbatasan akses atau karena peradilannya sudah berjalan bagus. Tapi karena ada kasus yang menarik perhatian publik, seperti di Timika, itu tetap kita evaluasi.

 

Apakah riset putusan pengadilan masih berlangsung?

Memang jumlahnya tidak sebanyak ketika periode 2010-2015, tapi masih ada. Cuma kita lebih melihat karakterisasi putusan baik di tingkat pertama dan banding, maupun dan terutama di tingkat MA. Kita berharap putusan yang karakterisasinya bagus kita kumpulkan nanti dan dipublikasikan karena itu bagus bagi hakim dalam mengadili suatu perkara yang sama. Kalau dulu memang kita melibatkan kalangan perguruan tinggi. Bahkan PT-nya juga melakukan tender, diseleksi, buat proposal, seleksi proposal kemudian diminta membuat analisis putusan di daerahnya masing-masing, putusan dari pertama, kasasi, dan PK. Hasilnya dipresentasikan, dan menjadi pedoman buat kita saat melakukan seleksi calon hakim agung. Termasuk menjadikannya sebagai bahan pertanyaan kepada calon hakim agung. Kadang ada putusan yang lemah dalam interpretasi dasar-dasar hukum yang memadai. Ini efektif, mendorong hakim mempersiapkan banyak hal sebelum mengikuti seleksi di KY.

 

Apakah saat melihat karakterisasi putusan juga menyaring putusan yang masuk kategori landmark?

Tentu saja, putusan yang bagus itu yang bisa diikuti oleh hakim. Yang kita karakterisasi adalah putusan yang benchmark, diikuti oleh hakim-hakim dan putusan yang analisisnya betul-betul clear. Tidak menimbulkan multiinterpretasi, dan bagus dari sisi integritas hakimnya. Profesionalisme juga dilihat. Ini yang kita seleksi dalam putusan. Unsur profesionalismenya ada, unsur integritasnya terpenuhi.

 

Sejauh ini KY sudah melakukan kajian terhadap 1197 putusan, termasuk putusan hakim-hakim hasil seleksi KY. Kita ingin melihat apakah hakim yang diseleksi KY putusannya baik atau tidak. Dulu kita melihatnya dari beberapa indikator seperti kualitas putusan dan integritas. Itu yang kita lihat. Ada putusan disparitas. Bahkan ada yang gap dan tidak konsisten. Oleh karena itu dalam beberapa pelatihan kita menyampaikan hasil-hasil penelitian itu.

 

Baca:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait