Memahami Aturan Hukum Profesi Makelar
Terbaru

Memahami Aturan Hukum Profesi Makelar

Makelar resmi diangkat oleh Presiden dan berhak mendapatkan upah atas pekerjaannya.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Bagaimana jika makelar bekerja tanpa adanya proses pengangkatan oleh Presiden? Pasal 63 KUHD menyebut bahwa perbuatan-perbuatan para pedagang perantara yang tidak diangkat dengan cara demikian tidak mempunyai akibat yang lebih jauh daripada apa yang ditimbulkan dari perjanjian pemberian amanat. Sehingga dalam hal makelar tidak diangkat resmi oleh pemerintah (makelar perorangan), maka harus dibuat perjanjian antara pemberi amanat dan makelar.

Lalu seperti apa tugas makelar yang diatur dalam KUHD? Merujuk Pasal 64 KUHD, pekerjaan makelar terdiri dari mengadakan pembelian dan penjualan untuk majikannya atas barang-barang dagangan, kapal-kapal, saham-saham dalam dana umum dan efek lainnya dan obligasi, surat-surat wesel, surat-surat order dan surat-surat dagang lainnya, menyelenggarakan diskonto, asuransi, perkreditan dengan jaminan kapal dan pemuatan kapal, perutangan uang dan lain sebagainya.

Dikutip dalam artikel Klinik Hukumonline lainnya berjudul “Hak Makelar dan Mediator Hakim”, advokat pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron mengatakan bahwa pada prinsipnya makelar mempunyai hak untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai perintah dari penjual. Hak yang dimaksud dapat diperoleh dari pemberian kuasa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 KUHD.

Komisi Makelar

Besaran komisi makelar diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2017 Tahun 2017 tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti (Permendag 51/2017).

Perusahaan Perantara Perdagangan Properti (P4) adalah badan usaha baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha perantaraan jual beli, perantaraan sewa-menyewa, penelitian dan pengkajian, pemasaran, serta konsultasi dan penyebaran informasi yang berkaitan dengan properti berdasarkan perintah pengguna jasa yang diatur dalam perjanjian tertulis (Pasal 1 angka 1 Permendag 51/2017).

Properti di sini adalah harta berupa tanah dan/atau bangunan serta sarana dan prasarana lain yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari tanah dan/atau bangunan tersebut (Pasal 1 angka 2 Permendag 51/2017).

P4 berhak menerima imbal jasa berupa komisi dari pengguna jasa atas jasa yang diberikan (Pasal 12 ayat (1) Permendag 51/2017). Dalam hal P4 melaksanakan jasa jual beli properti, P4 berhak menerima komisi yang besarnya minimal 2% dan maksimal 5% dari nilai transaksi dan disesuaikan dengan lingkup jasa yang diberikan ke pengguna jasa (Pasal 12 ayat (2) Permendag 51/2017).

Kemudian apabila P4 melaksanakan jasa sewa-menyewa properti, P4 berhak menerima komisi dari pengguna jasa minimal 5% dan maksimal 8% dari nilai transaksi (Pasal 12 ayat (3) Permendag 51/2017). Namun perlu diperhatikan P4 di sini adalah bentuknya merupakan badan usaha yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

Besaran komisi ini dapat dijadikan referensi untuk makelar perorangan dalam menetapkan fee dengan pengguna jasa, di mana besaran fee makelar tetap berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Di sisi lain, sangat disarankan untuk membuat kesepakatan tertulis terkait fee yang sudah disepakati antara makelar dengan pembeli/penyewa, untuk menjamin kepastian hukum. Sebab, perjanjian tersebut pada prinsipnya juga tunduk pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Tags:

Berita Terkait