Menelaah Area Kritis Implementasi Beleid Holding BUMN Tambang
Holding BUMN Tambang

Menelaah Area Kritis Implementasi Beleid Holding BUMN Tambang

Meskipun mengalami perubahan status, ketiga perusahaan anggota holding tersebut tetap diperlakukan sama dengan perusahaan BUMN.

M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Kemudian, pada Pasal 2A ayat (2), Sumber Penyertaan Modal Negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kekayaan negara berupa: a. dana segar; b. barang milik negara; c. piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas; d. saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas; dan/atau e. aset negara lainnya.

 

Menurut Pasal 2 ayat (2) huruf d, “saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas” merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, akan tetapi dalam pasal 2A ayat (1) diatur tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

“Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin sesuatu yang merupakan bagian atau rincian dari APBN tetapi diatur tidak melalui mekanisme APBN?,” ujar Ketua Tim Hukum KAHMI, Bisman Bakhtiar, beberapa waktu lalu saat mengajukan permohonan hak uji materiil PP 72 tahun 2016.

 

(Baca Juga: Antam, Bukit Asam, dan Timah Resmi ‘Lepas’ Status Persero)

 

Menjawab hal ini, dalam penjelasan Pasal 2A ayat (1) PP 72 Tahun 2016 diterangkan, saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas pada hakekatnya merupakan kekayaan negara yang sudah dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga pengalihan saham dimaksud untuk dijadikan penyertaan pada BUMN atau Perseroan Terbatas tidak dilakukan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

Ketiga, dengan adanya holding BUMN industri tambang,terdapat kesempatan perluasan  rangkap jabatan. Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai: a. Anggota Direksi pada BUMN, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentiangan; dan b. jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pepemrintah pusat dan daerah.

 

Perbandingan antara sebelum dan setelah holding adalah, berdasarkan UU BUMN, para pejabat di kementrian tidak dapat menjadi Direksi di 3 anggota hoding BUMN tambang. Namun, setelah pembentukan holding, para pejabat di kementrian dapat menjadi Direksi di 3 anak perusahaan bekas BUMN tersebut.

 

Dampaknya adalah rawan muncul bagi-bagi kapling dan penyalahgunaan wewenang. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2015, Pasal 4 ayat (3), persyaratan lain anggota direksi, yaitu:

Tags:

Berita Terkait