Menyoal Batasan Hukum Kerugian Bisnis dan Keuangan Negara di Sektor Migas
Utama

Menyoal Batasan Hukum Kerugian Bisnis dan Keuangan Negara di Sektor Migas

Risiko dan nilai investasi yang tinggi menjadikan industri migas salah satu sektor usaha rawan korupsi. Namun, perlu diperjelas batasan hukum antara kerugian negara dengan kerugian bisnis pada sektor ini.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Dalam kesempatan sama, Anggota IV BPK Rizal Djalil menyatakan kesepahaman antara pemangku kepentingan penting dilakukan. Hal ini mendorong agar investor migas mendapatkan kepastian hukum dalam mengambil keputusan bisnis. Menurutnya, kepastian hukum ini diharapkan dapat meningkatkan produksi dan penerimaan sektor migas.

 

“CEO dan perbankan tidak ragu-ragu ambil keputusan. Cadangan migas itu seperti perjudian yang penuh ketidakpastian terlebih lagi sektor usaha ini membutuhkan dana tinggi dan risikonya besar,” jelas Rizal.

 

Rizal menyatakan defenisi kerugian negara atau daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.  Ketentuan tersebut seperti tercantum dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.

 

Sedangkan kerugian bisnis merupakan tanggungan korporasi yang tidak terdapat unsur kecurangan atau fraud, benturan kepentingan, perbuatan melawan hukum dan kesalahan yang disengaja. “Risiko bisnis dan keuangan negara adalah hal berbeda tapi ada singgungan sehingga perlu kepastian hukum,” jelas Rizal.

 

Dia juga mengusulkan agar perlu dibuat aturan teknis dalam pengambilan keputusan korporasi khususnya bagi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Perlu ada Peraturan Menteri BUMN yang mengatur prosedur pengambilan keputusan bisinis yang melibatkan direksi, komisaris dan RUPS dengan mengacu pada business judgment rule. Setiap keputusan direksi menyangkut investasi harus didukung dengan kajian hukum aspek legal,” kata Rizal.

 

“Misalnya, kalau komisaris ada 7 yang hadir 5 itu kuorum atau enggak. Lalu, jangan ada rapat setengah kamar sehingga ada komisaris yang mengelak bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan perusahaan. Lalu, perlu diatur agar komisaris ke depan harus orang kredibel,” dia menambahkan.

 

Sigit Wibowo dari Badan Reserse Kriminal Direktorat Tindak Pidana Korupsi Kepolisian RI, menyatakan industri migas merupakan salah satu sektor rawan korupsi. Dia menyatakan rumitnya birokrasi serta tingginya risiko bisnis menjadi alasan sektor usaha tersebut rawan korupsi.

Tags:

Berita Terkait