Asas Netralitas ASN dalam Pilkada dan Kontes Politik Lainnya
Terbaru

Asas Netralitas ASN dalam Pilkada dan Kontes Politik Lainnya

Meski memiliki hak pilih, ASN wajib mematuhi asas netralitas ASN dalam pilkada. Ini berarti, ASN boleh memilih, namun tidak boleh menunjukkan siapa yang dipilih.

Tim Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi netralitas ASN dalam Pilkada. Sumber: pexels.com
Ilustrasi netralitas ASN dalam Pilkada. Sumber: pexels.com

Netralitas ASN dalam pilkada merupakan keharusan yang patut dipertahankan bagi seorang ASN. Pasalnya, netralitas ASN adalah salah satu asas dasar bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN). Penjelasan lengkap mengenai asas-asas dasar dan netralitas ASN dalam pilkada dapat disimak dalam uraian berikut.

Asas Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. Pengelolaan ASN guna menghasilkan pegawai yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari KKN dilakukan dalam manajemen ASN.

Terkait manajemen ASN, berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU 5/2014, penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada tiga belas asas berikut.

  1. Kepastian hukum. Setiap penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan.
  2. Profesionalitas. Setiap penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan.
  3. Proporsionalitas. Setiap penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban pegawai.
  4. Keterpaduan. Pengelolaan pegawai ASN didasarkan pada satu sistem pengelolaan yang terpadu secara nasional.
  5. Delegasi. Sebagian kewenangan pengelolaan pegawai ASN dapat didelegasikan pelaksanaannya kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan pemerintah daerah.
  6. Netralitas. Setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
  7. Akuntabilitas. Setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pegawai ASN harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Efektif dan efisien. Penyelenggaraan manajemen ASN harus sesuai dengan target atau tujuan dengan tepat waktu sesuai dengan perencanaan yang ditetapkan.
  9. Keterbukaan. Penyelenggaraan manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik.
  10. Nondiskriminatif. Dalam penyelenggaraan manajemen ASN, Komite ASN tidak membedakan perlakuan berdasarkan gender, suku, agama, ras, dan golongan.
  11. Persatuan dan kesatuan. Pegawai ASN memegang peranan sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  12. Keadilan dan kesetaraan. Pengaturan penyelenggaraan ASN harus mencerminkan rasa keadilan dan kesamaan untuk memperoleh kesempatan akan fungsi dan peran sebagai pegawai ASN.
  13. Kesejahteraan. Penyelenggaraan ASN diarahkan untuk mewujudkan peningkatan kualitas hidup pegawai ASN.

Larangan ASN Terlibat Partai Politik

Sebelum membahas lebih lanjut perihal netralitas ASN dalam pilkada atau pemilihan lainnya, penting untuk diketahui bahwa ASN dilarang untuk terlibat dalam partai politik. Pasal 9 ayat (2) UU 5/2014 menegaskan bahwa pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.

Jika terlibat dalam anggota dan/atau pengurus partai politik, ASN berarti melakukan pelanggaran netralitas ASN. Selanjutnya, ASN yang bersangkutan akan diberhentikan secara tidak hormat.

Hal ini sesuai Pasal 87 ayat (4) UU 5/2014, yang merinci empat alasan seorang ASN atau PNS diberhentikan secara tidak hormat, yakni:

  1. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945;
  2. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatannya;
  3. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
  4. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
    karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.

Adapun alasan seorang ASN tidak boleh terlibat dalam partai politik sebagaimana diterangkan Penjelasan Umum PP 37/2004 adalah untuk tetap netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Netralitas ASN dalam Pilkada 2020

Pusat Penelitian DPR RI menerangkan bahwa ketidaknetralan ASN dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada tahun 2020 lalu berada pada peringkat teratas, yakni 167 kabupaten/kota dari 270 daerah. Sebelum Pilkada 2020, pengaduan atas pelanggaran netralitas dalam pilkada sudah diterima sejak pemilihan tahun-tahun sebelumnya.

Dipaparkan Puslit DPR RI, pada 2015 ada 29 aduan atas pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada. Kemudian, pada 2016, ada 55 aduan atas pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada. Di tahun 2017, ada 52 aduan atas pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada. Selanjutnya pada 2018, ada 491 aduan atas pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada.

Hasil Survei Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem yang dilakukan Komite ASN pada 2018 menyebutkan bahwa ada tujuh alasan yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran netralitas ASN, yaitu:

  • adanya motif untuk mendapatkan, mempertahankan jabatan, materi, dan proyek;
  • adanya hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dengan calon;
  • kurangnya pemahaman aturan atau regulasi tentang netralitas ASN;
  • adanya intervensi atau tekanan dari pimpinan;
  • kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral;
  • ketidaknetralan ASN dianggap sebagai hal yang lumrah;
  • pemberian sanksi yang lemah.

Dalam Pilkada 2020, Bawaslu mencatat ada 1.194 kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN. Terkait maraknya pelanggaran ini, Bawaslu Pekalongan menerangkan bahwa istilah netralitas harus dipahami dengan benar oleh para ASN. Pasalnya, netralitas bukan diatur untuk membelenggu kebebasan ASN dalam mewujudkan aspirasi politiknya.

Netralitas ASN dalam pilkada atau pemilu dimaksudkan agar ASN tetap menjalankan amanahnya sebagai abdi negara yang bekerja semata-mata demi rakyat, bukan suatu golongan atau partai politik tertentu.

Sebagai warga negara, ASN memiliki hak untuk memilih dalam pilkada atau pemilu. Namun, selama dirinya masih menjadi seorang ASN dan bekerja untuk rakyat, hak memilihnya tidak boleh diungkapkan kepada orang lain dan dilarang untuk mengajak orang lain mendukung calon pilihannya.

Larangan ASN dalam Pilkada dan Pemilu

Dalam PP 53/2010, sejumlah larangan bagi ASN dalam pilkada dan pemilu, antara lain:

  • ikut sebagai pelaksana kampanye;
  • menjadi peserta kampanye dengan atribut partai atau atribut PNS;
  • mengerahkan PNS lain untuk ikut kampanye;
  • Mengikuti kampanye dengan fasilitas negara;
  • membuat keputusan atau tindakan yang merugikan salah satu pasangan calon selama kampanye;
  • mengadakan kegiatan yang mengarah atau menunjukkan keberpihakan calon; dan
  • memberikan surat dukungan disertai fotokopi KTP.

Penting untuk diketahui bahwa asas netralitas merupakan asas dasar yang wajib dipatuhi oleh para ASN. Sejumlah peraturan telah mengatur ketentuan ASN dalam pilkada dan pemilu. Akan tetapi, meski sejumlah aturan telah diterapkan, faktanya masih banyak pengaduan akan dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada. Baca berita Hukumonline lainnya di sini!

Tags:

Berita Terkait