Pencabutan Revisi UU KPK dari Prolegnas Harus Melalui Prosedur
Berita

Pencabutan Revisi UU KPK dari Prolegnas Harus Melalui Prosedur

Mesti melalui rapat konsultasi antara Baleg dengan pemerintah. Masih terbuka peluang muncul dilakukan revisi sepanjang tidak dicabut dari daftar prolegnas.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: YOZ
Foto ilustrasi: YOZ
Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR telah memutuskan menunda pembahasan Revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun,  desakan agar rencana revisi UU KPK dikeluarkan dari daftar Prolegnas tahunan dan jangka panjang terus menguat. DPR tak menampik dapat memenuhi aspirasi publik. Akan tetapi, keinginan itu tetap harus melalui proses.

“Masalah pencabutan, prosesnya masih berjalan, sehingga proses inilah yang akan diikuti,” ujar Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto, di Gedung DPR, Rabu (24/2).

Menurutnya, tiap proses yang berkembang akan disampaikan ke publik. Makanya, publik diminta bersabar dengan memberikan kesempatan proses pencabutan berjalan sesuai prosedur. Demokrat, partai tempatnya bernaung sudah memutuskan menolak RUU KPK.

Politisi Partai Demokrat itu berpendapat, proses pencabutan mesti melalui mekanisme rapat konsultasi antara Badan Legislasi dengan pemerintah. Bila ternyata disepakati pencabutan tersebut, maka bakal diboyong ke rapat paripurna.

RUU KPK merupakan inisiatif DPR. Maka usul pencabutan mesti berasal dari DPR, bukan pemerintah. Ia menegaskan keinginan revisi terhadap UU tak saja berasal dari sejumlah anggota dewan, namun juga berasal dari pemerintah. “Ini harus diputuskandengan tegas, bagaimana pemerintah apakah akan tetap. Pak Jokowi menyampaikan ditunda. Langkah berikutnya, mari kita tunggu proses,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR lainnya, Fadli Zon menambahkan penundaan pembahasan terhadap RUU KPK dengan batas waktu yang tidak ditentukan menjadi mengambang. Mestinya, tak saja ditunda, namun dicabut dari daftar Prolegnas. Menurutnya, bila RUU KPK sudah tidak menjadi perhatian, maka DPR akan fokus pada RUU lain yang menjadi prioritas untuk dilakukan pembahasan.

Terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi meyambangi Ketua MPR dalam rangka meminta dukungan. Peneliti ICW mewakili koalisi yakni Ade Irawan mengatakan RUU KPK tak menyelesaikan persoalan. Pasalnya revisi tersebut justru melemahkan kewenangan KPK. Meski tidak alergi terhadap revisi sepanjang memperkuat kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.

DPR dinilai tidak mengawasi secara komprehensif. Koalisi mengaku heran dengan proses legislasi yang dilakukan tertutup. Indonesia sudah melakukan ratifikasi anti korupsi. dengan demikian, UU anti korupsi mesti modern dan progresif. Termasuk melakukan revisi terhadap UU KPK.

Menurutnya, RUU KPK menjadi perhatian dunia. Ironisnya, dengan pelemahan itulah menjadi nerita buruk bagi dunia internasional. Menurut Ade, meski dilakukan penundaan, nyatanya RUU KPK masih berada di dalam daftar Prolegnas. Atas dasar itulah masih terbuka peluang besar untuk muncul kembali melakukan revisi.

Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan sedari awal mengikuti perkembangan keinginan KPK. Menurutnya, adanya RUU KPK lantaran kesepakatan kepemimpinan KPK Jilid III menginginkan revisi. Namun, ia menegaskan keinginan KPK dalam pemberantasan korupsi mesti didukung, termasuk menolak RUU KPK. “Kita akan ikut apa keputusan KPK,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait