Pendidikan Profesi Hakim Pengaruhi Kualitas Putusan
Reformasi Peradilan:

Pendidikan Profesi Hakim Pengaruhi Kualitas Putusan

Putusan dibuat berdasarkan berbagai pengetahuan yang diperoleh hakim. Pengetahuan bisa di dapat salah satunya melalui pendidikan dan pelatihan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

(Baca juga: 2018, MA Bakal Rekrut 1000 Calon Hakim)

 

Dekan FH Universitas Indonesia, Melda Kamil Ariadno, mengatakan tugas FH bukan hanya memberi pendidikan hukum tapi juga perkembangan pengetahuan hukum; pembekalan moral dan integritas. Selain itu, penting bagi FH untuk memperbarui terus kurikulum pendidikan hukum. Para praktisi bidang hukum juga perlu memberi pembekalan yang cukup kepada mahasiswa agar mereka mengetahui bagaimana profesi yang kelak akan digeluti setelah lulus.

 

“Salah satu tujuan FH UI saat ini memperbanyak lulusan kami untuk bekerja di sektor publik karena selama ini mereka kebanyakan masuk ke sektor swasta,” kata Melda dalam diskusi panel Indonesian Judicial Reform Forum (IJRF) di Jakarta, Selasa (16/1).

 

Bagi lulusan yang membutuhkan pengetahuan lebih, Melda mengatakan, FH UI menggelar pendidikan lanjutan atau pelatihan untuk cabang hukum tertentu. Ini berguna sebagai pengetahuan tambahan bagi mahasiswa ketika kelak menjalankan profesinya. Untuk moralitas dan integritas, bukan hal mudah karena mahasiswa masuk kampus sudah usia lebih dari 17 tahun. FH memberi pengetahuan tentang etika profesi, juga pembekalan lain dalam kuliah dan pelatihan seperti prinsip yang baik dalam penegakan hukum. Hal itu diperlukan untuk meminimalisir, jangan sampai ada hakim yang pengetahuannya baik tapi moralitasnya rendah.

 

Melda mengaku tidak mudah untuk menghasilkan lulusan yang mampu menjadi hakim ideal  karena pembekalannya tidak cukup hanya teori. FH perlu mempelajari bagaimana doktrin hukum diterapkan dalam putusan. Perlu juga mempelajari bagaimana melakukan interpretasi hukum sesuai perkembangan masyarakat.

 

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan MA, Agus Subroto, mengatakan tupoksi pusdiklat teknis peradilan MA mengacu Surat Keputusan Ketua MA No. 140 Tahun 2008 mengenai peningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) peradilan di Indonesia. Peningkatan kapasitas SDM itu meliputi hakim dan tenaga teknis seperti juru sita dan panitera pengganti. Khusus untuk hakim, ada Surat Keputusan Ketua MA No. 169 Tahun 2010 tentang Penetapan dan Pelaksanaan Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu.

 

Pusdiklat Teknis MA melatih calon hakim dan hakim. Untuk pendidikan calon hakim dilakukan selama 2 tahun 1 bulan secara bertahap. Misalnya, dalam tahap pendidikan I magang I, calon hakim diperkenalkan struktur organisasi MA dan peradilan yang ada di bawahnya. Tahap pendidikan II magang II mengarahkan calon hakim untuk memahami tugas sebagai panitera pengganti. Ini penting karena salah satu produk yang dihasilkan panitera pengganti yakni berita acara. Hakim harus mengetahui bagaimana berita acara yang baik karena itu menjadi sumber dalam membuat putusan.

 

Pendidikan III magang II memberi pengetahuan kepada calon hakim untuk menjadi asisten hakim. Menurut Agus, tujuannya agar calon hakim mampu membuat konsep putusan yang baik. Mulai dari persidangan pertama sampai terakhir membuat putusan akan dinilai. Dengan beberapa bentuk pendidikan dan pelatihan itu diharapkan calon hakim siap untuk menjalankan tugasnya sebagai hakim.

Tags:

Berita Terkait