Pendidikan Profesi Hakim Pengaruhi Kualitas Putusan
Reformasi Peradilan:

Pendidikan Profesi Hakim Pengaruhi Kualitas Putusan

Putusan dibuat berdasarkan berbagai pengetahuan yang diperoleh hakim. Pengetahuan bisa di dapat salah satunya melalui pendidikan dan pelatihan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Mengingat Belanda anggota Uni Eropa, materi pelatihan yang diberikan bukan hanya selaras dengan hukum nasional di Belanda tapi juga yang berlaku di wilayah Uni Eropa. Untuk panitera dan sekretariat peradilan, pelatihan yang diberikan bukan hanya tentang pengetahuan hukum tapi juga cara mereka bertemu dengan orang lain, termasuk memberi keterangan ke media.

 

Perlu diingat, hakim di Belanda bisa berpindah dari satu kamar ke kamar lain. Oleh karenanya penting bagi hakim mendapat pelatihan yang sesuai dengan perkara yang ditanganinya. Misalnya untuk kasus anak, pelatihan yang perlu diperoleh bukan sekedar pengetahuan hukum terkait anak tapi juga bagaimana cara menghadapi dan melakukan wawancara kepada anak.

 

Kualitas Putusan

Agus menjelaskan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi aparatur peradilan, terutama hakim karena berhubungan dengan kualitas putusan yang dibuat hakim. Untuk menilai suatu putusan yang bagus harus dilihat dari pertimbangannya, sekuat apa argumentasi yang digunakan. Ini juga tercermin dari postulat ‘putusan adalah mahkota hakim’. Karena itu, harus ada hubungan sinergis antara pendidikan hukum dan praktik. Putusan yang berkualitas bisa menjadi bahan diskusi dan analisasi bagi FH untuk melihat perkembangan penerapan hukum.

 

Salah satu sumber hukum bagi hakim yaitu doktrin. Antara doktrin dan putusan menurut Agus saling timbal balik. Misalnya, bagaimana menerapkan pasal 1365 KUH Perdata, apakah perbuatan melawan hukum harus mengacu doktrin ratusan tahun lalu? Tentu saja tidak. Kemudian, penerapan pasal 340 KUHP, pembunuhan yang direncanakan, selalu yang menjadi pegangan dari dulu pandangan R. Soesilo dan belum ada inovasi baru lagi. Inilah pentingnya menggali perkembangan hukum.

 

Pendidikan lanjutan bagi hakim sangat penting. Tapi kalau mengandalkan program yang ada di pusdiklat teknis MA, Agus menyebut jauh panggang dari api. Program yang ada sangat terbatas jumlah materi dan anggarannya. Apalagi jika dibandingkan dengan negara lain seperti Stichting Studiecentrum Rechtspleging (SSR) atau sekolah Hakim dan Jaksa Belanda yang mampu membuat ribuan program pelatihan dalam setahun.

 

Perbedaan itu terjadi karena beda sistem antara pendidikan dan pelatihan di Belanda dengan Indonesia. Di Belanda pendidikan dan pelatihan bisa diberikan dalam waktu sehari atau beberapa jam, tapi di pusdiklat teknis MA untuk pendidikan teknis fungsional minimal 48 jam. Tantangan lainnya, hakim yang berada di kota besar relatif mudah mendapatkan brevet singkat tentang pasar modal dan perpajakan. Tapi bagaimana hakim yang ada di daerah terpencil? Maka terjadi kesenjangan hakim di kota besar dan kecil.

 

Minimnya perkara di daerah membuat hakim sangat mudah menghasilkan pertimbangan yang baik dalam membuat putusan karena jumlah perkaranya sedikit. Berbeda dengan hakim di kota besar yang perkaranya menumpuk seperti Jakarta. Memaparkan pengalamannya di PN Jakarta Pusat, Agus menyebut dalam sehari hakim bisa membuat 4 sampai 5 putusan. “Perlu dipikirkan bagaimana korelasi pendidikan hukum dalam kaitannya dengan meningkatkan putusan hakim. Kualitas putusan hakim dinilai dari putusannya, jangan sampai pertimbangan itu kering,” urainya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait