Pentingnya Program Terstruktur untuk Pekerjakan Penyandang Disabilitas
Utama

Pentingnya Program Terstruktur untuk Pekerjakan Penyandang Disabilitas

Peraturan turunan penting untuk segera direalisasikan karena jumlah penyandang disabilitas di Indonesia tergolong besar yang menurut catatan BPS pada 2018 sekitar 38 juta orang.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

ICCA/Chief Legal Counsel/Group Legal Head PT Pamapersada Nusantara, Boy Gemino Kalauserang, mengatakan paling penting adalah kesadaran (awareness). Kemudian tenaga kerja harus sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Perusahaan juga perlu melakukan penyesuaian mekanisme rekrutmen dan menyediakan sejumlah hal seperti infrastruktur. “Penyandang disabilitas itu memiliki kemampuan yang berbeda. Ini menjadi tantangan terkait kantong tenaga kerja yang tersedia agar pihak pencari tenaga kerja mengetahui dimana mencari tenaga kerja penyandang disabilitas,” ujarnya.

Menurut Boy, orientasinya jangan sekedar pada pemenuhan mandat UU Penyandang Disabilitas untuk mempekerjakan 1 dan 2 persen tenaga kerja penyandang disabilitas, tapi bagaimana agar dibuat program yang terstruktur dan jangka panjang. Boy menjelaskan perusahaannya telah melakukan pemagangan inklusif dengan peserta 150 orang, mempekerjakan secara penuh sebanyak 40 orang tenaga kerja penyandang disabilitas, dan mendidik ratusan tenaga kerja disabilitas untuk berwiraswasta.

“Memang tidak mudah, tapi kita harus berusaha untuk aware terhadap mandat UU Penyandang Disabilitas untuk memberikan persamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas agar mereka mendapat kesejahteraan yang baik dan kemandirian,” papar Boy.

Boy menilai memenuhi mandat UU Penyandang Disabilitas bisa dilakukan asalkan punya komitmen yang kuat dengan kapasitas yang saat ini dimiliki. Misalnya, jika perusahaan sulit melakukan rekrutmen, maka bisa berkontribusi dengan melakukan hal lain seperti pendidikan, pelatihan, atau pemagangan.

ICCA/Senior Counsel PT Procter & Gamble Indonesia, Angela Hertiningtyas, mengatakan UU Penyandang Disabilitas mengatur lengkap tak hanya soal rekrutmen, tapi juga inklusivitas dan penghargaan. Tenaga kerja penyandang disabilitas harus mendapat aksesibilitas dan fasilitas yang dibutuhkan. “UU Penyandang disabilitas tak hanya menekankan rekrutmen, tapi juga karir, juga program inklusif,” katanya.

Operations SPV Thisable Enterprise, Fanny Evrita, mengatakan penyandang disabilitas menghadapi banyak tantangan, seperti stigma dan labelisasi. Misalnya, tenaga kerja penyandang disabilitas tuli kerap ditempatkan di bagian back office, padahal bisa juga ditempatkan di bagian depan atau front liner. Paling penting sebelum merekrut harus dilakukan assesment kebutuhan dan kemampuan, bukan melihat pada jenis disabilitasnya.

“Tenaga kerja penyandang disabilitas itu masuk ke dunia kerja berdasarkan kemampuan yang dimiliki,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait