Perlindungan Paten dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas Nasional
Kolom

Perlindungan Paten dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas Nasional

Diharapkan akan terbit dasar hukum yang mengatur lebih lanjut mengenai Hak atas Paten sebagai benda bergerak tidak berwujud (intangible asset) dalam kegiatan usaha hulu migas.

Bacaan 10 Menit

Sejalan dengan Pasal 3 huruf e UU 22/2001, Pasal 2 Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Permen ESDM 09/2013) juga telah mengatur bahwa SKK Migas mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas berdasarkan Kontrak Kerja Sama agar pengambilan sumber daya alam migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dengan melihat pada ketentuan UU 22/2001 dan Permen ESDM 09/2013 di atas, dapat diketahui bahwa tujuan besar yang ingin dicapai dari dilaksanakannya kegiatan usaha hulu migas adalah untuk memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara serta untuk memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia. Tujuan besar dalam UU 22/2001 dan Permen ESDM 09/2013 ini jelas sama dengan tujuan dari dilakukannya perlindungan Paten dalam kegiatan usaha hulu migas sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu sebagai perlindungan risiko dan pengembangan kepentingan nasional dalam kegiatan usaha hulu migas di negara tersebut.

Langkah perlindungan lebih lanjut terhadap Hak atas Paten dengan Pemerintah Republik Indonesia cq. SKK Migas sebagai Pemegang Paten tersebut, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan sistem global PCT sebagai fasilitas pendaftaran Paten di banyak negara.

Dengan memanfaatkan sistem global PCT untuk pendaftaran Hak atas Paten atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas di berbagai negara agar perlindungan atas Hak atas Paten tersebut menjadi lebih efektif.

Pasal 33 UU 13/2016 telah mengatur bahwa Permohonan Paten dapat diajukan melalui Traktat Kerja Sama Paten (Patent Cooperation Treaty) dan ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan Paten tersebut diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 37 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 38 Tahun 2018 tentang Permohonan Paten (Permenhukham 13/2018) juga telah mengatur lebih lanjut mengenai Permohonan Paten yang dapat diajukan melalui Traktat Kerja Sama Paten (Patent Cooperation Treaty).

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa telah terdapat dasar hukum yang berlaku di Indonesia untuk dapat memanfaatkan sistem global PCT sebagai fasilitas pendaftaran Paten di banyak negara sebagai langkah perlindungan yang efektif bagi Hak atas Paten dari kegiatan usaha hulu migas.

Langkah perlindungan tersebut penting untuk dilakukan karena berdasarkan Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Paten telah diatur Hak atas Paten merupakan benda bergerak tak berwujud, sehingga dengan pendaftaran atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas, sehingga perlu adanya perlindungan secara komprehensif terhadap benda bergerak tak berwujud berupa Hak atas Paten tersebut.

Dengan demikian, Pasal 33 UU 13/2016 dan Pasal 37 Permenhukham 13/2018 telah memberikan dasar hukum yang jelas bagi pelaksanaan Pendaftaran Paten melalui sistem global PCT sebagai fasilitas pendaftaran Paten di banyak negara, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendaftarkan Hak atas Paten sebagai benda bergerak tak berwujud berdasarkan Pasal 59 ayat (3) UU 13/2016 atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas di banyak negara agar dapat melindungi kepentingan Indonesia secara komprehensif dari adanya risiko pelanggaran Paten dalam kegiatan usaha hulu migas kedepannya baik yang terjadi di Indonesia maupun di negara yang telah mendaftarkan Hak atas Paten atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas di negara tersebut.

Perlindungan Hak atas Paten atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas di berbagai negara melalui sistem global PCT juga dapat membawa manfaat ekonomi bagi Indonesia. Pendaftaran Hak atas Paten tersebut di negara penghasil migas lain akan membawa potensi penggunaan Paten tersebut di industri negara bersangkutan dan akan menghasilkan royalti dari industri migas yang menggunakan Paten tersebut di negara dimaksud. Royalti ini tentunya dapat berpotensi menjadi sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak bagi Indonesia karena Hak atas Paten yang digunakan adalah atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas.

Diharapkan ke depannya juga akan diterbitkan dasar hukum yang mengatur lebih lanjut mengenai Hak atas Paten sebagai benda bergerak tidak berwujud (intangible asset) dalam kegiatan usaha hulu migas. Tujuannya agar perlindungan Hak atas Paten dari kegiatan usaha hulu migas nasional dapat dijalankan dengan maksimal, sehingga pengambilan sumber daya alam migas milik negara dapat semakin meningkatkan kemampuan nasional serta memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 3 UU 22/2001.

*)Stanislaus F. Lumintang, S.H., M.H. adalah Legal Counsel & Pengamat Hukum Migas.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait