Saat Menteri Yasonna Bicara Haluan Negara di Hadapan Para Pakar HTN
Utama

Saat Menteri Yasonna Bicara Haluan Negara di Hadapan Para Pakar HTN

Haluan negara sendiri tidak semata-mata GBHN dalam arti perencanaan

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Sementara terkait model haluan negara yang akan diusung, menurut Oce masih sangat terbuka untuk didskusikan. Ada perbedaan model haluan negara yang dimaksudkan ketika sebelum reformasi dengan setelah reformasi bergulir. Terutama ketika mengingat kembali kesepakatan-kesepakatan awal saat perubahan konstitusi terjadi. Oce menegaskan, jika disepakati adanya haluan negara melalui perubahan UUD 1945, tidak boleh menyelisihi semangat sistem presidensil yang telah menjadi kesepakatan bersama.

 

“Model haluan negara yang itu sesuai dengan semangat sistem presidensil atau sesuai dengan semangat amandemen kosntitusi dan reformasi,” tegas Oce.

 

Kekhawatiran Akademisi

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti mengungkapkan adanya kekhawatiran sebagian akademisi tentang cakupan perubahan terhadap UUD 1945. Wacana perubahan terbatas terhadap UUD untuk memasukkan substansi tentang garis-garis besar haluan negara harus bisa dipastikan hanya sebatas itu dan tidak lebih. “Akademisi yang tidak setuju itu bukan tidak setuju secara teori tapi mereka khawatir amandemen ini akan dimasuki oleh penumpang gelap,” ujar Susi kepada hukumonline.

 

Kemudian menurut Susi, terlebih dahulu harus ditegaskan, GBHN yang dimaksudkan dalam wacana perubahan terbatas UUD ini adalah GBHN dalam artian perencanaan ataukah GBHN dala artian haluan negara. Karena jika hanya sebatas perencanaan, Susi menilai hal tersebut hanya sebagain dari seluruh substansi haluan negara. “Haluan negara sendiri tidak semata-mata GBHN dalam arti perencanaan itu tadi,” ujar Susi.

 

(Baca: Presiden Jokowi Resmi Buka Konferensi Nasional HTN VI)

 

Selanjutnya secara metode, Susi mempertanyakan jalan untuk menghidupkan kembali GBHN. Ada sejumlah isu yang menurtu Susi harus bisa dijawab.  Pertama, bagaimana status GBHN itu? Apakah GBHN akan dimuat dalam UUD atau diluar UUD. Kedua, bagaimana kekuatan dan efektifitasnya? Menurut Susi, GBHN atau haluan negara tidak memiliki keterkaitan dengan sistem pemerintahan tertentu, baik parlementer maupun presidensil.

 

“Kalau saya melihat GBHN adalah cerminan dari Indonesia sebagai the planning state. Jadi negara yang merencanakan. Mau parlementer ataupun presidensil, kita the planning state. Apa keuntungannnya? Memastikan penyelenggaraan negara dilakukan secara terencana. Kalau haluan negara diputuskan lewat DPR artinya rakyat diikutsertakan dalam perencanaan itu. Jadi perencanaan itu bukan bagian dari pemerintahan semata-mata. Itu tadi, ditetapkan oleh Presiden bersama DPR,” terang Susi.

 

Kedua, Susi menilai GBHN itu bisa dikatakan sebagai antitesis dari liberalisme. Karena GBHN dibuat di DPR, diharapkan mencerminkan gotong royong, musyawarah. Jadi mestinya dilihat dari antitesis liberalism. Ketiga, bagaimana melihat GBHN? Menurut Susi, GBHN dilihat sebagai konstitusional idelism maka itu harus dimasukkan dalam UUD. 

Tags:

Berita Terkait