Siapkah Indonesia Menampung IPO Perusahaan Unicorn dan Decacorn?
Kolom

Siapkah Indonesia Menampung IPO Perusahaan Unicorn dan Decacorn?

Agar tidak mengulang 'kesalahan' yang dibuat oleh HKEX dalam kaitan dengan IPO Alibaba, IDX (dan OJK) perlu bergerak cepat untuk memfasilitasi IPO dan listing perusahaan-perusahaan Unicorn dan Decacorn Indonesia, termasuk dengan mengakomodasi dan memperbolehkan Struktur DCS.

Bacaan 2 Menit

Di dalam surat yang ditulis pada saat Google (nama perusahaannya adalah Alphabet) akan melakukan IPO pada tahun 2004, Larry Page dan Sergey Brin menyakinkan para calon pemegang saham Google bahwa dual class voting structure yang ditawarkan oleh Google (di mana masing-masing saham seri A mempunyai satu suara per saham, sedangkan saham seri B mempunyai sepuluh suara per saham) akan membuat pihak luar lebih sulit untuk mengambil alih atau mempengaruhi Google (setelah IPO) dan memungkinkan tim manajemen Google untuk terus konsisten dan dalam jangka waktu panjang setelah IPO tetap menjalankan bisnis sesuai dengan visi misi para founder. Apabila tertarik untuk membaca surat tersebut, silakan klik di sini.

Tentunya kita perlu berhati-hati terkait dengan kewenangan besar yang diberikan kepada founder (dan risiko mereka dapat menyalahgunakan kekuasaaan ini) sebagai akibat dari saham dengan hak suara yang lebih tinggi pada Struktur DCS. Untuk itu, perlu ada check and balance yang memadai terhadap hal tersebut untuk melindungi kepentingan pemegang saham, termasuk pemegang saham publik yang masuk setelah IPO. Pembahasan ini dapat menjadi topik yang menarik di dalam kesempatan lain.

Struktur DCS di sejumlah Bursa Efek Dunia

Kebutuhan atas Struktur DCS ini dirasakan perusahaan start up di seluruh dunia. Ada cerita menarik mengenai perkembangannya sampai dengan sekarang di mana Struktur DCS saat ini telah diperbolehkan di sejumlah bursa efek terkemuka dunia. Pada awal tahun 2014, Hong Kong Stock Exchange (HKEX) menolak pendaftaran IPO oleh Alibaba karena Alibaba menerapkan Struktur DCS.

Alibaba kemudian melakukan IPO di New York Stock Exchange (NYSE) (yang memperbolehkan Struktur DCS) pada September 2014 dengan nilai fantastis sebesar AS$25 miliar (sampai sekarang IPO Alibaba masih merupakan IPO terbesar di Amerika Serikat). Baru pada bulan April 2018, HKEX memperbolehkan Struktur DCS. CEO HKEX mengakui bahwa ‘kehilangan’ IPO Alibaba membuat HKEX berpikir ulang mengenai posisinya atas Struktur DCS. Singapore Stock Exchange (SGX) juga memperbolehkan Struktur DCS sejak Juni 2018.    

Apakah Struktur DCS dapat diterapkan di suatu PT Tbk di IDX?

Kita mengenal adanya saham dwiwarna yang dipegang (dan hanya dapat dipegang) oleh Republik Indonesia di sejumlah Badan Usaha Milik Negara yang telah melakukan IPO dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (IDX). Saham dwiwarna memberikan hak veto kepada negara dalam hal-hal tertentu, antara lain terkait dengan perubahan anggaran dasar dan pengangkatan serta pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris.

Tentunya ada filosofi yang berbeda di balik saham dwiwarna (yang dipegang oleh negara) dan Struktur DCS yang dibahas di sini. Namun, keberadaan saham dwiwarna menunjukkan bahwa Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan peraturan IDX bisa mengakomodasi adanya kelas saham yang berbeda di dalam suatu Perusahaan Terbuka (PT Tbk) yang mencatatkan sahamnya di IDX.

Struktur DCS dan UU PT

Berikut adalah pasal-pasal di dalam UU PT yang relevan untuk penerapan Struktur DCS bagi suatu PT (termasuk PT Tbk).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait