Wadah Tunggal dan Mitos Negara Hukum
Kolom

Wadah Tunggal dan Mitos Negara Hukum

​​​​​​​Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan nasihat yang lebih bijak daripada diri Anda sendiri - Marcus Tullius Cicero.

Bacaan 2 Menit

 

Memperhatikan hadirnya Menkopolhukam dan Menkumham, rasanya tidak mungkin kedua figur ini tidak membaca dan memahami putusan-putusan atas konflik advokat terutama Perkara No. 667/Pdt/G/2017/PN Jkt Pst tentang legal standing para pihak di muka hukum menurut Hakim (notabene MA).

 

Advokat merupakan profesi yang selalu mengedepankan islah agar tidak terjadi campur-tangan peradilan lebih jauh yang menyita waktu, pikiran dan tenaga serta efisiensi kinerja advokat terhadap masyarakat, ultimum remedium.

 

Seperti pernah diuraikan oleh advokat senior Frans H. Winarta, "khusus terkait bentuk wadah tunggal, jika mempelajari sejarah organisasi profesi advokat di Indonesia yang secara mendalam, maka dapat ditarik kesimpulan di mana konsep wadah tunggal memang tidak pernah sesuai diterapkan di negara ini, karena secara alamiah (naturally created condition)" (Hukumonline, Senin, 03 Pebruari 2020) beliau melihat dari sudut pandang hukum progresif dan fakta yang memang beliau alami sendiri.

 

Bahwa, yang dimaksud dalam pertimbangan Putusan MK Nomor 035/PUU-XVI/2018 bukanlah konstitusionalitas organisasi advokat, namun konstitusionalitas dari Pasal 28 ayat (1) UU Advokat itulah yang sesungguhnya telah selesai dilaksanakan yang menurut asasnya adalah eenmalig (sudah berlalu, berlaku sekali dan selesai), dan demikianlah original intent dari pasal tersebut serta pembacaan dari putusan MK.

 

Mahkamah Agung bahkan menyatakan pendiriannya, "MA juga tidak berkepentingan dalam konflik organisasi advokat apalagi sampai memihak, menyerahkan sepenuhnya penyelesaian konflik kepada para advokat dan pembentuk undang-undang, menyatakan tidak berkepentingan untuk menyatakan satu atau multibar ataupun hanya satu-satunya, tidak ada kepentingan untuk mempertahankan, harus monobar atau singlebar, atau multibar, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi".

 

Demikian pula halnya dengan TM. Luthfi Yazid, Vice President Kongres Advokat Indonesia pimpinan Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengajukan pertanyaan dalam konteks hukum, yaitu "Apakah Menkopolhukam dan Menkumham tersebut memiliki legal standing, mempunyai kewenangan dan mendapat  mandat konstitusional untuk menginisiasi bersatunya tiga organisasi advokat tersebut?"

 

Disinggungnya juga tentang refleksi Akhir Tahun Mahkamah Agung, Ketua MA Hatta Ali menyatakan bahwa MA tidak akan terlibat dan tidak akan berpihak kepada organisasi advokat yang ada. Ia tak akan intervensi soal kisruh wadah tunggal organisasi advokat. Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menyatakan biar pasar dan masyarakat pencari keadilan yang menentukan (Hukumonline.com, 2 Januari 2020).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait