Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pengaturan Donor Darah di Indonesia yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 12 April 2019.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Tidak ada definisi khusus secara hukum mengenai donor darah, tetapi jika dikaitkan dengan definisi pendonor darah dalam Pasal 1 angka 6 PP 7/2011, donor darah adalah kegiatan menyumbangkan darah atau komponennya kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Syarat Menjadi Pendonor Darah
Kriteria untuk dapat menjadi pendonor darah adalah:[1]
- Setiap orang dapat menjadi pendonor darah.
- Pendonoran darah dilakukan secara sukarela.
- Pendonor darah harus memenuhi persyaratan kesehatan.
- Pendonor darah harus memberikan informasi yang benar perihal kesehatan dan perilaku hidupnya.
- Pendonor darah dilarang memberikan informasi menyesatkan berkaitan dengan status kesehatan dan perilaku hidupnya.
Pendonor, Penyelenggara, dan Penerima Donor Darah
Jika merujuk pada UU Kesehatan dan PP 7/2011, kegiatan donor darah merupakan bagian dari pelayanan darah.
Pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial. Darah pada pelayanan darah diperoleh dari pendonor darah sukarela yang sehat, memenuhi kriteria seleksi pendonor dan atas persetujuan pendonor.[2]
Lebih lanjut, kegiatan donor darah ada di dalam suatu pelayanan transfusi darah terdiri atas pengelolaan darah dan pelayanan transfusi darah.[3]
Kegiatan pengelolaan darah yang dimaksud meliputi perencanaan, pengerahan dan pelestarian donor darah, penyeleksian donor darah, pengambilan darah, pengujian darah, pengolahan darah, penyimpanan darah, dan pendistribusian darah.[4]
Sementara itu, pelayanan transfusi darah meliputi perencanaan, penyimpanan, pengujian pra-transfusi, pendistribusian darah, dan tindakan medis pemberian darah kepada pasien.[5]
Mutu dan Keamanan Darah
Sebagai informasi, penting untuk diketahui bahwa dalam hal pelayanan darah atau donor darah, darah yang diperoleh dari pendonor secara sukarela yang sehat dan memenuhi kriteria seleksi pendonor harus dilakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu untuk menjaga mutu dan keamanan darah.[6]
Untuk menjamin ketersediaan, keamanan, dan mutu darah tersebut, pemerintah pusat akan melakukan dukungan kebijakan dan koordinasi pelayanan darah. Tujuan utamanya tidak lain untuk menjaga keselamatan dan kesehatan donor darah, penerima darah, tenaga medis, dan tenaga kesehatan yang sesuai standar.[7]
Adapun yang melakukan pengelolaan darah tersebut adalah unit pengelola darah yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, dan/atau organisasi kemanusiaan di bidang kepalangmerahan Indonesia yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[8]
Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa ada 3 pihak dalam donor darah, yaitu: pendonor darah sebagai pendonor, unit pengelola darah (UPD) sebagai penyelenggara donor darah, dan pasien sebagai penerima donor darah. Adapun donor darah yang dimaksud menurut hukum disebut sebagai pelayanan darah.
Pelayanan Darah dalam UU Kepalangmerahan
Jadi menjawab pertanyaan Anda, aturan donor darah atau pelayanan darah ada di dalam UU Kesehatan dan PP 7/2011. Lalu bagaimana dengan UU Kepalangmerahan?
UU Kepalangmerahan pada dasarnya mengatur mengenai kepalangmerahan. Kepalangmerahan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan, lambang palang merah, atau hal lain yang diatur berdasarkan konvensi.[9] Salah satu penyelenggara kepalangmerahan yang sering kita dengar melakukan kegiatan donor darah adalah Palang Merah Indonesia (“PMI”) yaitu perhimpunan nasional yang berdiri atas asas perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa, golongan, dan paham politik.[10]
Tugas-Tugas PMI
Berdasarkan pengetahuan Anda bahwa PMI adalah pihak yang sering menyelenggarakan kegiatan donor darah, maka Anda mempertanyakan dasar pengaturan donor darah dalam UU Kepalangmerahan. Perlu diketahui bahwa tugas PMI tidak hanya melakukan pelayanan darah saja. Tugas PMI adalah:[11]
- memberikan bantuan kepada korban konflik bersenjata, kerusuhan, dan gangguan keamanan lainnya;
- memberikan pelayanan darah yang dilakukan melalui Unit Donor Darah (UDD) PMI, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;[12]
- melakukan pembinaan relawan,
- melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kepalangmerahan;
- menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan kegiatan kepalangmerahan;
- membantu dalam penanganan musibah dan/atau bencana di dalam dan di luar negeri;
- membantu pemberian pelayanan kesehatan dan sosial; dan
- melaksanakan tugas kemanusiaan lainnya yang diberikan oleh pemerintah
Dengan demikian, UU Kepalangmerahan memang tidak mengatur pelayanan darah karena pelayanan darah sudah mengacu ke UU Kesehatan dan PP 7/2011. Secara khusus, UU Kepalangmerahan mengatur mengenai kepalangmerahan yang dilakukan oleh pemerintah dan PMI yang salah satu kegiatannya adalah memberikan pelayanan darah.
Demikian jawaban dari kami terkait aturan donor darah sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan;
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah.
[3] Pasal 115 ayat (1) UU Kesehatan
[4] Pasal 115 ayat (2) UU Kesehatan
[5] Pasal 115 ayat (4) UU Kesehatan
[6] Pasal 114 ayat (2) dan (3) UU Kesehatan
[7] Pasal 115 ayat (5) dan (6) UU Kesehatan
[8] Pasal 116 UU Kesehatan
[10] Pasal 2 huruf b jo. Pasal 1 angka 4 UU Kepalangmerahan
[11] Pasal 22 UU Kepalangmerahan
[12] Penjelasan Pasal 22 huruf b UU Kepalangmerahan