Ada seorang oknum mengambil foto/gambar dari rekaman CCTV milik perusahaan tanpa izin dan memberikan informasi tersebut kepada media online. Oknum juga diketahui memberikan informasi yang mencemarkan kehormatan seseorang. Kemudian, media online tersebut membuat judul berita yang menyudutkan pihak perusahaan serta memuat berita bohong (tidak sesuai fakta).
Dari kejadian ini, kami ingin bertanya:
Apa ancaman pidana bagi pelaku yang mengambil foto/gambar tanpa izin dari rekaman CCTV milik perusahaan?
Apa ancaman pidana bagi orang yang melakukan pencemaran nama baik dan menyebarkan berita bohong?
Bagaimana langkah hukum jika dirugikan oleh pemberitaan pers?
Bagaimana cara pencegahan untuk menghindari kejadian serupa agar tidak terjadi kembali?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Rekaman CCTV pada dasarnya dapat dijadikan suatu alat bukti elektronik, karena CCTV sendiri merupakan suatu sistem elektronik yang memuat informasi elektronik.
Akan tetapi perbuatan pengambilan foto atau gambar dari rekaman CCTV milik perusahaan tanpa izin berpotensi melanggar ketentuan dalam UU ITE dan perubahannya. Apa jerat hukumnya?
Kemudian apa hukumnya bagi oknum yang menyebarkan foto dari rekaman CCTV tersebut ke media online dengan memuat berita bohong dan mencemarkan nama baik orang lain?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 15 September 2022.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Lebih lanjut, rekaman CCTV dapat dikategorikan sebagai bentuk dari informasi elektronik yaitu satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.[1]
Adapun informasi elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan UU ITE dan perubahannya. Sementara itu, sepanjang penelusuran kami, CCTV sendiri merupakan sistem keamanan,[2] sehingga kami berpendapat CCTV termasuk sebagai suatu sistem elektronik yaitu serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.[3]
Jerat Hukum Mengakses CCTV Perusahaan Tanpa Izin
Menjawab pertanyaan Anda, perbuatan mengambil foto atau gambar tanpa izin dari rekaman CCTV milik perusahaan menurut hemat kami dapat dikategorikan perbuatan Pasal 30 UU ITE yang selengkapnya berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Patut diperhatikan khusus untuk Pasal 30 ayat (2) UU ITE, dijelaskan bahwa secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dapat dilakukan, antara lain dengan:[4]
melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Sedangkan yang dimaksud sistem pengaman dalam Pasal 30 ayat (3) UU ITE adalah sistem yang membatasi atau melarang akses ke dalam komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.[5]
Berdasarkan kronologi yang Anda ceritakan, kami mengasumsikan bahwa CCTV milik perusahaan hanya dapat diakses oleh sebagian pihak yang berwenang saja, sehingga ada pembatasan sistem pengaman. Namun entah bagaimana caranya, ada oknum yang mendapatkan rekaman CCTV dan menyebarkan foto atau gambar dari CCTV tersebut.
Oleh karena itu, patut diduga perbuatan oknum tersebut dapat dikenai ancaman pidana dalam Pasal 46 jo. Pasal 30 UU ITE:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp600 juta.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp700 juta.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp800 juta.
Jika Rekaman CCTV Memuat Pencemaran Nama Baik
Menjawab pertanyaan Anda, jika oknum menyebarkan informasi lewat media elektronik, dan informasi mengandung muatan yang menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, maka pelaku dapat dijerat Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Tak hanya dalam UU 1/2024, tindak pidana pencemaran nama baik secara historis juga diatur dalam Pasal 310 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dengan bunyi sebagai berikut:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[6]
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[7]
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Namun dalam perkembangannya, Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diubah dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023. Dalam amar putusan tersebut, Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Kemudian, pasal pencemaran nama baik juga diatur dalam Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[8] yaitu tahun 2026 yang selengkapnya berbunyi:
Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[9]
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.[10]
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
Kemudian, seseorang yang menyiarkan berita bohong dapat dihukum berdasarkan KUHP atau UU 1/2023 sebagai berikut:
KUHP
UU 1/2023
Pasal 263
Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[12]
Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[13]
Pasal 264
Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.[14]
Pasal 390
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat- surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
Pasal 506
Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyiarkan kabar bohong yang mengakibatkan naik atau turunnya harga barang dagangan, dana, transaksi keuangan, atau surat berharga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda
paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[15]
Kemudian, apabila penyebaran berita bohong dilakukan melalui media elektronik, dalam UU 1/2024, larangan seseorang untuk menyebarkan berita bohong secara khusus diatur dalam Pasal 28 jo. Pasal 45A sebagai berikut:
Setiap Orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Pengaduan Pemberitaan Media Online yang Merugikan
Untuk menyederhanakan jawaban, kami asumsikan bahwa media online yang Anda maksud termasuk dalam kategori pers sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1 angka 1 UU Pers sebagai berikut:
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.
Lalu, jika pemberitaan pers merugikan seseorang, maka pihak yang dirugikan dapat menempuh mekanisme antara lain:
Untuk mencegah perbuatan serupa terjadi, kami menyarankan perusahaan dapat memasang tanda khusus ‘Dilarang Masuk Kecuali Petugas’ pada ruangan untuk pengawasan CCTV. Perusahaan juga bisa memasang kode akses pada pintu maupun sistem CCTV yang hanya diketahui oleh petugas pengawas CCTV.
Selain itu, perusahaan dapat menerapkan aturan larangan penggunaan kamera ponsel atau profesional untuk memfoto atau merekam lingkungan perusahaan, kecuali telah mendapat izin dari petugas.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Lasarus Setyo P dan Natalia Damastuti. Sistem Keamanan Berbasis CCTV dan Penerangan Otomatis dengan Modifikasi UPS sebagai Pengganti Sumber Listrik yang Hemat dan Tahan Lama. Jurnal Narodroid, Vol. 1 No. 2 Juli 2015.
[2] Lasarus Setyo P dan Natalia Damastuti. Sistem Keamanan Berbasis CCTV dan Penerangan Otomatis dengan Modifikasi UPS sebagai Pengganti Sumber Listrik yang Hemat dan Tahan Lama. Jurnal Narodroid, Vol. 1 No. 2 Juli 2015, hal. 65