Bagaimana jika dalam Akta Perjanjian Jual Beli Tanah terdapat banyak salah ketik angka maupun menuliskan angka? Sementara para pihak tidak mengetahui adanya Renvoi, apa sanksi hukum bagi Notaris yang ceroboh seperti ini? Terima kasih banyak atas jawabannya.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. danpertama kali dipublikasikan pada Rabu, 31 Juli 2013.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Intisari:
Harus dibedakan antara perubahan yang dilakukan sebelum akta ditandatangani dan setelah akta ditandatangani. Perubahan yang dilakukan sebelum akta ditandatangani disebut dengan renvoi.
Jika akta telah ditandatangani, perubahan yang dapat dilakukan adalah pembetulan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani (perubahan yang tidak substansial).
Dalam hal dilakukan renvoi, perubahan sah jika diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Sedangkan jika dilakukan pembetulan setelah akta ditandatangani, pembetulan ini dilakukan di hadapan penghadap, saksi, dan Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan. Salinan Akta berita acara-nya wajib disampaikan kepada para pihak.
Jika Notaris tidak melakukan ketentuan renvoi atau pembetulan di atas, maka mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Kami kurang jelas apakah jual beli tanah tersebut dilakukan di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) ataukah notaris. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah(“PP 37/1998”), PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
f.Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g.Pemberian Hak Tanggungan;
h.Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Selain itu, berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ini berarti ada kemungkinan bahwa Anda melakukan jual beli dengan akta Notaris (tidak dengan akta PPAT), akan tetapi perbuatan jual beli tersebut tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Dalam hal akta tersebut dibuat oleh PPAT, akta jual beli tanah tersebut sudah ada blangkonya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Mengenai perubahan ini, Anda harus membedakan antara perubahan yang dilakukan sebelum akta ditandatangani dan setelah akta ditandatangani.
Perubahan yang dilakukan sebelum akta ditandatangani biasa disebut dengan renvoi. Hal ini diatur dalam Pasal 48 – Pasal 50 UU 2/2014.
Pada dasarnya, isi akta dilarang untuk diubah dengan:[2]
a.diganti;
b.ditambah;
c.dicoret;
d.disisipkan;
e.dihapus; dan/atau
f.ditulis tindih.
Akan tetapi, dapat dilakukan perubahan isi Akta dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas dan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.[3] Jadi sebenarnya salah ketik, selama akta belum ditandatangani, dapat diperbaiki dengan renvoi.
Jika yang Anda maksud dengan “terdapat banyak salah ketik dan para pihak tidak mengetahui adanya renvoi” adalah ada renvoi karena salah ketik namun para pihak tidak mengetahuinya yang berarti tidak diparaf oleh para pihak, maka ini merupakan pelanggaran. Pelanggaran atas ketentuan mengenai perubahan isi akta/renvoi mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.[4] Jadi para pihak dapat menuntut si Notaris jika para pihak menderita kerugian karena kesalahan Notaris ini.
Jika yang Anda maksud adalah terdapat banyak salah ketik, tetapi karena para pihak tidak mengetahui ada yang dinamakan renvoi, sedangkan akta telah ditandatangani, maka perlu perlu diingat bahwa setelah akta ditandatangani, tidak dapat dilakukan renvoi lagi.
Setelah akta ditandatangani, jika ada kesalahan yang tidak bersifat substansial, seperti salah penulisan huruf, Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani.[5]
Pembetulan ini dilakukan di hadapan penghadap, saksi, dan Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan.[6] Salinan akta berita acara-nya wajib disampaikan kepada para pihak.[7]
Jika Notaris tidak melakukan ketentuan pembetulan di atas, maka mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.[8]
4.Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.