Ini Pokok-pokok RPP Sektor Pertanian, Kelautan, dan Perikanan di UU Cipta Kerja
Utama

Ini Pokok-pokok RPP Sektor Pertanian, Kelautan, dan Perikanan di UU Cipta Kerja

Kewenangan daerah tidak dicabut.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Adapun inti perubahan yang dilakukan di sektor pertanian dalam UU Cipta Kerja adalah jenis perizinan. Jika dulu seluruh izin usaha harus mendapatkan izin, dalam UU Cipta Kerjha perizinan didasarkan pada risiko.

Terkait hal tersebut, Edi mengakui jika pihaknya diminta untuk mengatur klasifikasi risiko usaha dari kelas rendah, menengah rendah, dan tinggi. Klasifikasi risiko ini nantinya akan didasarkaan pada kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan (K3L).

“Artinya izin diperlukan kalau usaha memiliki risiko tinggi. Jadi Kementan diminta membuat klasiikasi usaha, misal risikonya tinggi, rendah sedang. Dan ini menentukannya lewat K3L keamanan, keselamatan, keseharatan dan lingkungan. Terkait ini kami juga berdiskusi dengan Kemenkes terkait kesehatan, KLHK terkait lingkungan, dan juga erhadap stakeholder dan asosiasi yang kita atur dalam aturan tersebut,” jelasnya.

Untuk usaha dengan tingkat risiko rendah, lanjut Edi, pelaku usaha hanya membutuhkan NIB. Sementara untuk menengah rendah, membutuhkan NIB dan syarat standar, dan usaha dengan risiko tinggi harus memenuhi seluruh perizinan terkait K3L. Dalam hal ini, UMK dikategorikan sebagai usaha dengan risiko rendah.

Sementara terkait dengan pemerintah daerah, Edi menegaskan RPP terkait sektor pertanian tidak akan menghapus wewenang daerah. Sejauh ini, perizinan di sektor pertanian memang sudah dilakukan lewat OSS, hanya saja belum berbasis pada risiko.

Perizinan yang terkait kehutanan yang berada di daerah tetap berada di tangan pemerintah daerah. “Wewenang Pemda tidak dicabut. Di Kementan kami sudah melakukan perizinan sesuai dengan PP 24 2018 tentang OSS, dan kemudian kami di Kementan ada Permentan yang sudah inline. Cuma saat ini beluum mengatur perizinan berbasis risiko.  NSPK ditetapkan dalam RPP, tetapi tidak mencabut kewenangan daerah. Dalam RPP berbasis risiko lampiran bersifat positif list, ketika tidak ada dalam lampiran di NSPK, maka bukan merupakan izin,” paparnya.

Sedangkan, penyederhanaan dan kemudahan di sektor kelautan dan perikanan yang telah diakomodir dalam UU Cipta Kerja dan tertuang dalam RPP, antara lain: (1) Jenis perizinan untuk kapal penangkapan ikan yang semula 16 jenis disederhanakan menjadi hanya 3 jenis izin; (2) Proses perizinan sesuai ketentuan lama yang membutuhkan waktu sekitar 14 hari telah dipersingkat hingga dapat diselesaikan hanya dalam 60 menit; (3) Relaksasi penggunaan alat tangkap ikan pukat dan cantrang untuk wilayah perairan tertentu; (4) Penyederhanaan izin untuk tambak udang dari semula 24 jenis perizinan menjadi 1 perizinan.

Kemudian, (5) Proses Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) dipersingkat waktunya dari semula 7 hari menjadi 2 hari dan dilakukan secara online; (6) Pengalihan kewenangan pembinaan pelaku usaha pemasaran/perdagangan komoditas perikanan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP); (7) Proses sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang semula 56 hari dipersingkat menjadi 10 hari dan dilakukan secara online; (8) Pemberian kemudahan sertifikasi bagi pelaku usaha yang akan melakukan ekspor komoditas perikanan; dan (9) Penerbitan rekomendasi impor komoditas perikanan diintegrasikan dalam sistem Online Single Submission (OSS).

“Ini RPP khusus Perikanan tangkap. Terdapat empat perizinan yang diatur yakni pengelolaan sumber daya ikan, penangkapan ikan dan perngelolaan ikan di wilayah Indonesia yang bukan komesial, kapal perikanan, dan pelabuhan perikanan,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait