Kartu Kuning Untuk Mahkamah (Hakim) Konstitusi
Kolom

Kartu Kuning Untuk Mahkamah (Hakim) Konstitusi

Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi sepatutnya ditindaklanjuti oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, dengan atau tanpa adanya laporan dari masyarakat.

Bacaan 5 Menit
Yunani Abiyoso. Foto: Istimewa
Yunani Abiyoso. Foto: Istimewa

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjatuhkan beberapa putusan tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Ada sebelas perkara serupa yang diperiksa terpisah dan akhirnya diputus pada Senin 16 Oktober 2023 lalu.

Namun, perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diputus dengan tidak konsisten serta sulit diterima nalar hukum. MK harus diberi peringatan bahwa putusan tersebut tidak berkualitas. Besar kemungkinan juga dianggap tidak kredibel oleh masyarakat untuk dipatuhi sebagai hukum mengikat.

Baca juga:

Judicial Activismyang Kejauhan

“Sejauh ini, ini yang paling jauh” adalah frasa populer di media sosial terkini yang tepat menggambarkan aktivitas yudisial (judicial activism) berlebihan oleh MK dalam Putusan No. 90/PUU-XXI/2023. Pertama, terlalu jauh mengambil alih wewenang legislatif—bahkan sekaligus berupaya menjadi regulator dalam kompetisi demokrasi—dengan memberikan norma alternatif terkait batas usia. Di halaman 58 Putusan No. 90/PUU-XXI/2023, MK memberikan pemaknaan baru Pasal 169 huruf q UU Pemilu yaitu selengkapnya berbunyi, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Selama ini MK berpandangan bahwa pengaturan terkait kontestasi pemilu dan juga pembatasan usia dalam undang-undang—meski dalam konteks yang berbeda dari pemilu—sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Argumentasinya adalah tidak ada pembatasan dalam konstitusi sehingga pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada pembentuk undang-undang.

Namun demikian, Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 mengabulkan permohonan penafsiran Pasal 169 ayat huruf q UU Pemilu dengan memberikan penafsiran dan memberikan syarat opsional baru. Apabila seorang capres/cawapres belum berusia 40 tahun namun telah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota, maka dapat dianggap memenuhi syarat tersebut. MK sudah sering dicap sebagai legislator positif karena beberapa kali mengambil alih wewenang DPR mengatur suatu hal. Namun, hal ini yang paling sulit diterima nalar karena menunjukkan sikap MK yang tidak konsisten.

Padahal, konsistensi putusan pengadilan dan penerapan hukum yang sama terhadap perkara serupa sangat penting untuk menggapai keadilan sekaligus sistem hukum yang ajeg. Kalaupun harus mengambil jalan lain—misalnya dengan bersikap inkonsisten dari putusan sebelumnya demi memenuhi rasa keadilan atau ketertiban—sepatutnya dilakukan dengan hati-hati. Argumentasinya harus memenuhi logika dan nalar hukum serta rasa keadilan itu sendiri.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait