OJK Beri Insentif untuk Penerbitan Sukuk
Berita

OJK Beri Insentif untuk Penerbitan Sukuk

Insentif berupa kecilnya pungutan penerbitan sukuk jika dibandingkan obligasi konvensional.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
OJK Beri Insentif untuk Penerbitan Sukuk
Hukumonline
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan insentif bagi pihak yang akan menerbitkan sukuk atau obligasi syariah. Insentif yang diberikan tersebut berupa besaran pungutan bagi pihak yang melakukan penawaran umum penerbitan sukuk.

Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK, Nurhaida, mengatakan besaran pungutan penawaran umum penerbitan sukuk lebih kecil jika dibandingkan dengan obligasi konvensional. "Bahwa pada pungutan dikenakan pernyataan pendaftaran 0,03 persen dari nilai emisi. Yang membedakan, obligasi konvensional maksimum Rp750 juta, kalau sukuk dibatasi maksimum Rp150 juta," katanya dalam acara peluncuran Asia Bond Monitor di Jakarta, kamis (20/3).

Ia menyadari perlunya pengembangan surat utang dalam bentuk obligasi maupun sukuk di pasar modal Indonesia, termasuk perkembangan infrastrukturnya. Untuk perkembangan infrastruktur ada dua jenis, yakni melalui peraturan dan sistem.

Perkembangan infrastruktur yang menyangkut peraturan, OJK tengah menggodok peraturan yang mempermudah pendaftaran surat utang. Salah satunya, pernyataan pendaftaran yang selama ini dilakukan manual ke depan bisa dilakukan secara elektronik.

Peraturan lainnya adalah mempermudah disclousure bagi emiten di pasar modal. Menurut Nurhaida, seluruh peraturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pasar surat utang di Indonesia. "Akan ada beberapa peraturan yang akan dibuat," katanya.

Sedangkan jenis yang kedua adalah sistem. Untuk jenis ini, OJK tengah mengembangkan elektronik trading platform. Sistem ini bertujuan agar perdagangan yang dilakukan di pasar modal mudah dilakukan dan capturing harga bisa dipantau dengan baik. Di sisi lain, OJK memandang perlunya edukasi ke masyarakat mengenai pemahaman pasar modal.

Nurhaida mengatakan, pentingnya pengembangan pasar surat utang khususnya sukuk lantaran pada 2014 diperkirakan pembiayaaan melalui sukuk masih besar untuk sektor perdagangan, yakni mencapai 24 persen.

"Pada 2014 potensi pendanaan melalui sukuk masih sangat besar. Tetapi, potensi terbesar ada pada sektor perdagangan yang mencapai 24 persen dan diikuti sektor jasa keuangan sebesar 20 persen," katanya.

Ia berharap pendanaan melalui sukuk yang bersifat jangka panjang ini diarahkan ke sektor infrastruktur. Menurutnya, sepanjang 2013, realisasi pemanfaatan sukuk sebagai alternatif pendanaan perusahaan tercatat mengalami perkembangan positif. Setidaknya, terdapat 10 penerbitan sukuk korporasi dan 16 penerbitan oleh pemerintah yang nilainya mencapai Rp51,4 triliun.

Angka itu menunjukkan bahwa kontribusi sukuk sebagai alternatif pendanaan di tahun 2013 mencapai 16,8 persen dari total efek bersifat utang. Ia mengatakan, sejak tahun 2002, pendanaan pada sukuk korporasi sudah tercatat sebanyak 64 penerbitan atau senilai Rp11,99 triliun dengan outstanding sebesar Rp7,26 triliun.

Sedangkan per 3 Maret 2014, penerbitan sukuk negara sudah sebanyak 43 penerbitan senilai Rp159,97 triliun dengan pangsa 30,3 persen atau 9,2 persen dari total Surat Berharga Negara (SBN) yang telah diterbitkan.

"Jadi, pada tahun ini sukuk memiliki potensi dan ruang yang cukup besar. Sehingga, perlu dipertimbangkan sebagai alternatif pendanaan perusahaan," katanya.

Hal senada diutarakan Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional Asian Development Bank (ADB), Iwan Jaya Azis. Menurutnya, sukuk berpotensi besar menjadi sumber pembiayaan bagi proyek infrastruktur. Untuk merealisasikannya, pemerintah diharapkan dapat membuat kerangka regulasi yang tepat agar debitur makin kerap memanfaatkan sukuk.

"Saya yakin dengan adanya infrastruktur di pasar modal, khususnya perkembangan capital market, bond market ke depan lebih baik lagi di Asia Timur," katanya.

Menurutnya, meski ada isu tapering off dari The Fed Amerika Serikat, perkembangan pasar obligasi di Asia Timur cukup baik. Hal ini terlihat dari total obligasi pada akhir tahun 2013 di kawasan Asia Timur sebesar AS$7,4 triliun.

"Lebih tinggi 2,4 persen jika dibandingkan akhir September 2013 dan 11,7 persen jika dibandingkan akhir tahun 2012," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait