Proses Perencanaan Anggaran Badan Peradilan Dipertanyakan
Terbaru

Proses Perencanaan Anggaran Badan Peradilan Dipertanyakan

Perlu menyelaraskan antara independensi dan akuntabilitas perencanaan anggaran.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Pendiri Pustaka Indonesia, Yenti Nurhidayat dalam Diskusi dan Diseminasi Kajian Menggagas Independensi Anggaran Peradilan, Rabu (20/3/2024) secara daring. Foto: WIL
Pendiri Pustaka Indonesia, Yenti Nurhidayat dalam Diskusi dan Diseminasi Kajian Menggagas Independensi Anggaran Peradilan, Rabu (20/3/2024) secara daring. Foto: WIL

Pada praktiknya, pengelolaan manajemen sumber daya manusia di lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) belum sepenuhnya diberikan kemandirian untuk mengelolanya. Misalnya mulai dari rekrutmen pegawai—termasuk hakim—, perencanaan anggaran, pengelolaan anggaran, hingga pelaporan masih dibantu cabang kekuasaan lain.

Padahal, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman MA harus bebas dari pengaruh cabang kekuasaan negara lainnya. Salah satunya soal anggaran sebagai komponen yang dapat memengaruhi independensi MA sebagai lembaga peradilan.

Baca juga:

Pendiri Pustaka Indonesia—sekaligus Mahasiswi Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera—Yenti Nurhidayat bersama Ravina Isnar meneliti bahwa independensi anggaran peradilan sebagai inti persoalan. Ternyata anggaran MA disusun dalam suatu sistem perencanaan penganggaran yang diatur dalam UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Secara teknis pengaturannya diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah No. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (PP 90/2010).

“Nah ketika menelusuri PP 90/2010 ini, kami menemukan ini menjadi inti persoalannya,” jelas Yenti dalam Diskusi dan Diseminasi Kajian Menggagas Independensi Anggaran Peradilan, Rabu (20/3/2024) secara daring.

PP 90/2010 itu mengatur pola relasi antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang timpang. Dua peneliti ini selanjutnya mengkaji bagaimana pola relasi yang lebih ideal untuk proses perencanaan anggaran yang lebih mendukung independensi peradilan.

Yenti menjelaskan pola relasi antara kementerian/lembaga dengan DPR dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran mungkin tidak akan menjadi masalah. Itu karena kementerian/lembaga merupakan bagian dari eksekutif. Namun, bila lembaga yang dimaksudkan adalah yang membawahi badan peradilan—pemegang otoritas atas kekuasaan kehakiman—maka akan menjadi masalah sangat besar terhadap independensi peradilan.

Tags:

Berita Terkait