Tak Spesifik Sebut Ibas, Elza Syarief: Ada Penggede Atur Proyek
Berita

Tak Spesifik Sebut Ibas, Elza Syarief: Ada Penggede Atur Proyek

Elza menyebut ada kejanggalan, mengapa BUMN-BUMN harus minta proyek kepada Rosa.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
M Nazaruddin dan Elza Syarief. Foto: RES
M Nazaruddin dan Elza Syarief. Foto: RES
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin bungkam saat dikonfirmasi mengenai keterlibatan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas dalam pengurusan sejumlah proyek di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Pengacara Nazar, Elza Syarief pun tidak secara spesifik menyebut keterlibatan Ibas dalam kasus kliennya.

Dalam persidangan sebelumnya, Angie mengaku Nazar pernah menyampaikan bahwa perintah untuk memuluskan pembahasan proyek di Banggar sudah atas sepengetahuan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan seizin "Pangeran". Pangeran yang dimaksud adalah Ibas yang juga Sekretaris Jenderal Partai Demokrat.

Elza mengatakan, apabila mengacu pada penjelasan Nazar dan keterangan Angie, memang demikian. "Kan bisa dilihat, itu mesti dikoordinasikan dari Anas dan Nazar. Kalau uang begitu besar, proyek, termasuk Angie, Andi Mallarangeng, anda mikir sendiri dong," katanya usai sidang Nazar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/1).

Ketika ditanyakan apakah pengaturan proyek-proyek itu tidak mungkin digerakan Nazar seorang diri, Elza menjawab, semua pelaku korupsi yang berkaitan dengan Nazar adalah para penggede Partai Demokrat. Sebut saja Andi Mallarangeng dan Angie. "Terus, anda pikir apa? Berarti apa? Jangan saya yang memberikan kesimpulan," ujarnya.

Walau begitu, Elza menjelaskan, sebenarnya ada "tangan" para penggede lain yang turut campur dalam memuluskan pengurusan proyek. Namun, ia tidak mau menyebutkan siapa penggede yang dimaksud. Ia hanya membeberkan kejanggalan, dimana BUMN-BUMN harus meminta proyek kepada anak buah Nazar, Mindo Rosalina Manulang.

Mengapa BUMN-BUMN, seperti PT Adhi Karya dan PT Nindya Karya harus meminta proyek kepada Rosa yang bukan siapa-siapa? Elza menyatakan, ada penggede lain yang mengatur supaya Rosa memegang kendali dari proyek-proyek itu. Ia menyebut almarhum Muchayat yang merupakan mantan Deputi Menteri BUMN dan Komisaris BUMN.

Elza juga menyebut anak Muchayat, Munadi Herlambang yang merupakan politisi Partai Demokrat. "Kan kita bisa dengar adanya Pak (alm) Muchayat sama Munadi Herlambang. Itu Pak Muchayat kan Komisaris BUMN, Deputi, sehingga di situ harus dilihat ada sesuatu yang aneh yang mau dilewatkan begitu saja," terangnya.

Meski demikian, Elza membeberkan, sebenarnya tidak ada pelaksanaan proyek yang fiktif. Hanya saja, saat proses pembahasan anggaran, ada sejumlah anggota DPR yang meminta fee atau imbalan. Begitu pula dalam proses realisasi anggaran. Celah-celah seperti itu dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan.

Adapun dana-dana yang diperoleh Nazar dari pengurusan proyek, menurut Elza, digunakan untuk menyumbang ke Partai Demokrat. Ia menambahkan, pengumpulan dana tersebut juga untuk menunjang keberhasilan pencalonan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. "Yang kemudian, Anas ingin bercita-cita sebagai Presiden," tuturnya.

Dalam perkara ini, penuntut umum KPK, Kresno Anto Wibowo mendakwa Nazaruddin menerima hadiah atau janji sejumlah Rp23,119 miliar dari PT Duta Graha Indah (DGI) melalui Mohamad El Idris, serta menerima hadiah Rp17,25 miliar dari PT Nindya Karya yang diserahkan oleh Heru Sulaksono. Selain itu, Nazar didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang.

Nazar yang diangkat menjadi anggota Banggar DPR periode 2009-2014 merupakan pemilik dan pengendali kelompok usaha Anugrah Grup (kemudian menjadi Permai Grup). Permai Grup memiliki beberapa perusahaan, antara lain PT Anugrah Nusantara, PT Anak Negeri, PT Panahatan, dan PT Pacific Putra Metropolitan.

Sekitar akhir 2009 hingga awal 2010, Nazar beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak PT DGI, Dudung Purwadi dan Muhamad El Idris. Pihak PT DGI meminta bantuan agar bisa mendapatkan beberapa proyek yang dibiayai dari anggaran pemerintah tahun 2010. Atas permintaan tersebut, Nazar menyanggupi dan meminta komitmen fee.

Nazar memerintahkan Rosa menyiapkan usulan proyek dari Satuan Kerja (Satker) pemerintah pengguna anggaran untuk dibahas di Banggar. Nazar juga memperkenalkan Rosa dengan beberapa rekannya yang juga anggota Banggar, salah satunya Angelina Sondakh agar proyek-proyek itu dapat disetujui dalam rapat Banggar.

Setelah anggaran disetujui Banggar, Nazar memerintahkan Rosa menemui El Idris dan Dudung untuk membahas rencana proyek pemerintah yang dapat dikerjakan PT DGI. Seperti, proyek pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, BP2IP Surabaya tahap tiga, dan RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya.

Selain itu, ada pula proyek gedung Cardiac RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo. Selanjutnya, Nazar memerintahkan Rosa menemui masing-masing Satker penerima proyek untuk memenangkan PT DGI. Alhasil, Satker menindaklanjuti dengan memenangkan PT DGI.

Pasca PT DGI mendapatkan proyek-proyek itu, Nazar memerintahkan Rosa menagih komitmen fee kepada PT DGI. Komitmen fee pun direalisasikan secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp23,119 miliar. Kemudian, Nazar memerintahkan Yulianis mencatat total komitmen fee yang ditagihkan kepada PT DGI.

Sementara, untuk penerimaan dari PT Nindya, menurut Kresno, didapat Nazar karena mengupayakan PT DGI mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh dan gedung di Universitaa Brawijaya. Nazar meminta komitmen fee sebesar dari masing-masing nilai kontrak proyek yang didapat PT DGI yang seluruhnya berjumlah Rp17,25 miliar.
Tags:

Berita Terkait