6 Transformasi Cara Berhukum yang Mungkin Permanen Pasca Covid-19
Utama

6 Transformasi Cara Berhukum yang Mungkin Permanen Pasca Covid-19

Tidak mungkin dihindari. Perubahan perilaku berhukum yang semakin membutuhkan teknologi digital. Perlu untuk segera beradaptasi sebaik mungkin.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: OJK Terbitkan 5 Aturan Soal Penanganan Dampak Covid-19).

Penerbitan POJK tersebut untuk meningkatkan partisipasi pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka. Terutama untuk mencapai kuorum kehadiran. Pemegang saham dapat melakukan pemberian kuasa secara elektronik kepada pihak ketiga untuk mewakilinya hadir dan memberikan suara dalam RUPS.

“Dari sisi Konsultan Hukum tentunya sangat mendukung terobosan yang dilakukan di tengah-tengah situasi Covid-19 ini,” kata partner dari kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners, Mohammad Renaldi Zulkarnaen.

(Baca juga: Beda e-Proxy dengan RUPS Online dalam Hukum Perseroan).

3.Tanda Tangan Elektronik

Sudah sekira 10 tahun yang lalu UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengakui keabsahan penandatanganan suatu kontrak secara elektronik. Pengaturan lebih lanjut di PP No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik bahkan memiliki Bab V khusus tentang Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 11 ayat (1) UU ITE jelas menyebut bahwa tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Hanya saja anggapan soal kekuatan pembuktian di persidangan masih jadi perdebatan.

(Baca juga: Tanda Tangan Elektronik: Keabsahan dan Pembuktiannya di Hadapan Pengadilan).

Mahkamah Agung belum juga menerbitkan petunjuk tentang pemeriksaan tandatangan elektronik. Kini, saat berbagai kontrak sulit ditandatangani basah karena pembatasan sosial, tentu tanda tangan elektronik termasuk solusi. Sangat mungkin tanda tangan elektronik akan semakin diperkuat dengan petunjuk teknis MA untuk pemeriksaan dalam sidang perkara. Manfaat tanda tangan elektronik menjadi sangat terbukti untuk ikut mendukung e-court dan e-litigasi yang diusung MA.

4.Praktik Kantor Advokat

“Sepertinya kami tidak perlu ruangan kantor yang besar lagi,” kata Senior Partner Guido Hidayanto & Partners, Mohamad Kadri. Kadri mengakui aktifitas working from home (WFH/bekerja dari rumah) besar-besaran akibat wabah Covid-19 menjadi pengalaman baru termasuk untuk law firm.

Ternyata produktifitas kerja lawyer tetap bisa terjaga dengan efisiensi waktu. Misalnya waktu perjalanan ke kantor bisa dipangkas dan dialihkan pada pekerjaan lain. Apalagi pekerjaan dilakukan dari rumah. “Saya sampai tidak merasa lelah sudah meeting berjam-jam dari rumah lewat telekonferensi video,” kata Kadri berbagi pengalamannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait