Implikasi Pemindahan Ibu Kota Negara Terhadap Pemerintahan DKI Jakarta
Kolom

Implikasi Pemindahan Ibu Kota Negara Terhadap Pemerintahan DKI Jakarta

Jika pemindahan IKN direalisasikan, terdapat tiga pilihan implikasi terhadap pemerintahan Jakarta.

Bacaan 2 Menit

Pilihan 1: Jakarta Menjadi Daerah Otonomi (Penuh)

Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa: “NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU.” Ada sementara orang yang menafsirkan bahwa daerah-daerah di NKRI itu dibagi habis ke dalam provinsi, kabupaten, kota. Tidak ada daerah di NKRI ini yang tidak berbentuk provinsi, kabupaten, kota. Apabila pilihannya Jakarta menjadi daerah otonom penuh, maka ketentuan mengenai daerah otonom harus diikuti.

Persyaratan untuk menjadi daerah otonom antara lain harus dikelola oleh pemerintah daerah, penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada asas otonomi dan tugas pembantuan, daerahnya harus berbentuk provinsi dan kota, dikepalai oleh Gubernur (provinsi) atau Walikota (kota), kepala daerah dipilih secara demokratis. Selanjutnya, masing-masing daerah, baik provinsi maupun kota terdapat DPRD yang harus dipilih dalam pemilu (pilkada serentak). Dengan demikian, otonomnya tidak hanya pada tingkat provinsi saja tetapi juga tingkat kotanya.

Pilihan 2: Daerah Khusus Jakarta

Pasal 18B ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa: “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Rumusan pasal ini memberi peluang untuk mengatur bentuk dan susunan daerah khusus lebih leluasa, tidak harus dalam bentuk provinsi, kabupaten dan kota seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 asal berdasarkan UU. Pasal 18B UUD Negara RI Tahun 1945 menjadi dasar untuk mengatur daerah di luar yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1).

Yang perlu disepakati adalah apa yang akan menjadi kekhususan Jakarta ini. Apakah akan dijadikan Daerah Khusus Ekonomi atau Bisnis atau kekhususan yang lain? Pemberian kekhususan kepada sauatu daerah itu bersifat fleksibel sesuai dengan kebutuhan nyata diberikannya kekhususan bagi daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, pada prinsipnya pengaturan tentang daerah khusus dalam undang-undang, kepada pembentuk undang-undang diberikan keleluasaan untuk menentukan materi muatannya sepanjang dapat dibuktikan bahwa kekhususan tersebut merupakan kebutuhan nyata dan kebutuhan politik pada saat ini.

Pilihan 3: Kombinasi antara Daerah Otonomi Provinsi dan Daerah Khusus

Sebagai pilihan terakhir adalah melanjutkan apa yang sekarang sudah berjalan, yaitu Jakarta sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan kemudian ditetapkan sebagai daerah khusus. Untuk kota juga tetap seperti sekarang ini, bukan merupakan daerah otonom kabupaten atau kota seperti di provinsi lain, juga tidak ada DPRD-nya. Bentuk Jakarta seperti ini perubahannya  adalah bukan lagi sebagai Daerah Khusus IKN tetapi sebagai Daerah Khusus Ekonomi atau Bisnis atau kekhususan lain yang disepakati.

Dari ke-3 pilihan di atas, pilihan mana yang akan diambil harus dilakukan kajian yang mendalam dan cermat. Untuk mengantisipasinya Pemerintah Daerah DKI Jakarta harus mempersiapkan revisi UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI. Seiring dengan masuknya RUU IKN menjadi Prioritas Prolegnas Tahun 2020, maka langkah yang harus dilakukan oleh DKI adalah mempersiapkan Naskah Akademik RUU revisi UU No. 29 Tahun 2007 melalui kajian yang mendalam disertai perhitungan yang cermat (cost and benefit). Kemudian, mendorong agar RUU tentang revisi UU No. 29 Tahun 2020 menjadi prioritas Prolegnas tahun 2020 atau paling lambat tahun 2021 setelah RUU IKN rampung dibahas oleh DPR dan Pemerintah serta diundangkan menjadi UU.

*)Wicipto Setiadi adalah Dosen Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta, Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM (2010-2014), Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (2014-2015), Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (2015-2017).

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait