Ini 15 Putusan MK yang Dikabulkan Selama 2018
Berita

Ini 15 Putusan MK yang Dikabulkan Selama 2018

Mulai dari verifikasi parpol lama dan baru, larangan pengurus parpol menjadi anggota DPD, perjanjian internasional harus melibatkan DPR, perintah pembentuk UU mengubah batas usia perkawinan bagi perempuan, hingga penegasan keberadaan KIP Aceh yang satu kesatuan Hierarki dengan KPU yang merujuk pada UU Pemerintahan Aceh.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Artinya, keberadaan Lampiran 1 UU Pemilu sepanjang rincian tabel “jumlah anggota komisi pemilihan umum kabupaten/kota” tidak relevan lagi dipertahankan. Dengan demikian, Pasal 10 ayat (3) UU Pemilu sepanjang frasa “Jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota dan Lampiran 1 sepanjang rincian tabel “Jumlah Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota adalah beralasan menurut hukum.   

 

  1. MK Hapus Panggil Paksa dan Wewenang MKD

Melalui putusan MK No. 16/PUU-XVI/2018, MK menghapus Pasal 73 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), Pasal 122 huruf l UU No.  2 Tahun 2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Dalam putusan ini, MK menghapus kewenangan DPR melakukan pemanggilan paksa terhadap warga negara melalui bantuan kepolisian; menghapus kewenangan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) melakukan langkah hukum terhadap masyarakat yang merendahkan kehormatan DPR. Hal ini dalam konteks semata-mata pemanggilan dan permintaan keterangan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana ini tidak diperlukan persetujuan MKD, tetapi tetap dengan persetujuan Presiden. (Baca juga: MK Hapus ‘Panggil Paksa’ dan Pangkas Wewenang MKD)

 

  1. MK Larang Pengurus Parpol Rangkap Anggota DPD

Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 mengenai uji materi Pasal 182 huruf I UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait syarat perseorangan yang ingin menjadi calon anggota DPD yang dimohonkan Muhammad Hafidz. Dalam putusan ini, Pasal 182 huruf I UU Pemilu mengenai syarat perseorangan yang ingin menjadi calon anggota DPD ini dinyatakan inkonstitusional bersyarat bahwa keanggotaan DPD tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik (parpol) mulai Pemilu 2019 dan pemilu berikutnya.

 

Sebenarnya sikap MK dalam putusan-putusan sebelumnya selalu menegaskan bahwa aturan pencalonan anggota DPD tidak boleh berasal dari anggota/pengurus parpol. Khusus untuk kondisi saat ini terdapat anggota parpol yang juga mengisi jabatan sebagai anggota DPD, maka MK menyatakan keanggotaannya tetap konstitusional atau sah. Sebab, putusan MK berlaku prospektif atau ke depan dan tidak boleh berlaku surut (retroaktif).

 

Karenanya, MK menegaskan untuk Pemilu 2019 ini, dalam proses pendaftaran calon anggota DPD dapat diberikan kesempatan memilih bagi yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah mengundurkan diri dari kepengurusan parpol politik yang dibuktikan pernyataan tertulis. (Baca Juga: MK ‘Haramkan’ Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD)

 

  1. Perjanjian Internasional Harus Libatkan DPR

Dalam Putusan MK No. 13/PUU-XVI/2018, MK mengabulkan sebagian uji materi sejumlah pasal dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian International terkait kewenangan DPR dalam perjanjian internasional, khususnya Pasal 10. Dalam putusannya, Pasal 10 UU Perjanjian Internasional dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang hanya jenis-jenis perjanjian internasional tertentu harus mendapat persetujuan DPR dengan sebuah UU.

 

Namun, tafsir norma itu diperluas sepanjang berdampak terhadap kepentingan dan kebutuhan nasional Indonesia pun mesti dengan persetujuan DPR, sehingga jenis-jenis perjanjian internasional tidak terbatas hal-hal yang diatur Pasal 10 UU Perjanjian Internasional tersebut. (Baca Juga: MK: Perjanjian Internasional Ini Harus Libatkan DPR)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait