Janji di Antara Kontroversi Para Capim KPK
Berita

Janji di Antara Kontroversi Para Capim KPK

Pansel mengklarifikasi beragam kontroversi yang ada di masyarakat mulai dari tidak tegas, teror, rekening gendut, hingga kode etik.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Masalah ini pun telah diklarifikasi kepada pengawas internal dan disampaikan kepada pimpinan KPK. Dan hasilnya ia terbukti tidak melanggar kode etik sesuai dengan Pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang intinya melarang pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun. Di Pasal 37 UU KPK, aturan ini juga berlaku kepada pegawai dan penasihat KPK. 

 

"Hasilnya begini Pak, dari pertemuan itu, bahwa tidak ada fakta yang mengatakan bahwa saya melanggar Pasal 36 UU KPK, karena unsurnya memang tidak ada, TGB bukan tersangka dan saya tidak melaksanakan hubungan. Dalam kesempatanitu Pak, kesimpulan akhir adalah tidak ada pelanggaran dan tidak ada pelanggaran," lanjutnya. 

 

Selain tentang kode etik, Firli juga diklarifikasi mengenai adanya penerimaan gratifikasi pada saat ia ingin pindah dari Lombok ke Jakarta. Ketika itu, jenderal polisi bintang dua ini sempat menginap di Hotel bersama keluarga selama 2 bulan dan diduga ada pihak lain yang membayar biayanya. 

 

Firli menjelaskan alasan menginap di hotel dengan durasi 2 bulan tersebut yaitu pada 24 April hingga 26 Juni. Ia mengaku masih memiliki anak yang harus bersekolah di Sekolah Dasar (SD), sementara istrinya harus terus mengawasi dan ia juga akan pindah ke Jakarta. 

 

"Selama saya di sana, hampir dua bulan itu. Saya masuk cek in 24 April. Itu istri saya membayar langsung Rp50 juta dibungkus amplop coklat. Saya ada buktinya. Dan sisanya sebesar Rp5,174 juta pun dibayar dengan uang sendiri,” terangnya.  

 

"Jadi tidak benar kalau saya dapat gratifikasi karena menginap di hotel. Saya masih punya harga diri. Dan saya tidak pernah korbankan masa depan saya dan integritas saya. Saya 35 tahun jadi Polisi, tidak pernah memeras orang. Dan tidak pernah minta-minta pada orang. Mohon maaf saya terlampau semangat, tapi itu harus saya sampaikan," tegasnya. 

 

Pansel juga menanyakan rumah Firli di Bekasi yang terkesan cukup mewah bagi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya pada 19 Maret 2019, ia diketahui memiliki harta sebanyak Rp18 miliar. 

 

Firli mengaku harta itu didapat dari usaha istrinya yang bergerak di bidang jasa dan kesehatan. "Bolehlah nanti kawan-kawan wartawan atau Pansel pijit refleksi, yang tiap bulan bisa 3.000 kepala, 1 kali refeksi Rp90 ribu, bisa dihitung sendiri 1 tahun berapa," jelasnya. 

 

Sayangnya klaim Firli mengenai kode etik dibantah pihak KPK melalui Juru Bicara Febri Diansyah. Menurut Febri setelah dicek ke Pimpinan KPK, kami pastikan informasi tersebut tidak benar. Pimpinan KPK tidak pernah menyatakan, apalagi memutus bahwa tidak ada pelanggaran etik oleh mantan pegawai KPK itu yang sekarang sedang menjalani proses pencalonan sebagai Pimpinan KPK. 

 

Menurut Febri, Firli diduga tidak hanya sekali melakukan pertemuan dengan pihak yang berperkara, tetapi mencapai tiga atau empat kali. Kemudian tidak ada keputusan pimpinan karena yang bersangkutan tidak lagi menjadi pegawai KPK alias ditarik kembali ke institusi asal. "Untuk menjaga hubungan antar institusi penegak hukum, maka Pimpinan KPK melakukan komunikasi dengan Polri terkait proses penarikan dan tidak diperpanjangnya masa tugas yang bersangkutan di KPK," jelasnya. 

Tags:

Berita Terkait