Lika-Liku Caleg Menuju ‘Senayan’
Utama

Lika-Liku Caleg Menuju ‘Senayan’

Dengan sistem proporsional terbuka, penentuan caleg terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, sehingga antar caleg pun dalam satu parpol harus bersaing untuk meraup suara terbanyak.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Untuk menentukan berapa jumlah suara yang harus diperoleh caleg untuk mendapatkan 1 kursi, Veri menjelaskan mekanisme penghitungannya berbeda dengan pemilu sebelumnya. Dalam Pemilu Serentak 2019 ini, metode perhitungan suara yang digunakan dengan teknik sainte lague. Artinya, pertama kali yang dihitung, apakah parpol peserta pemilu lolos ambang batas parlemen minimal 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk bisa memperoleh kursi di DPR seperti ditentukan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu. 

 

Jika lolos dilanjutkan menghitung suara sah yang diperoleh. Misalnya dari 16 parpol yang mengikuti pemilihan legislatif (Pileg) 2019 yang lolos ambang batas hanya 5 parpol, maka 11 parpol yang tidak lolos suara yang diperolehnya tidak dihitung. Misalnya, di Dapil Jakarta I untuk pemilu anggota DPR, suara yang dihitung hanya suara parpol yang lolos ambang batas. Suara parpol yakni surat suara yang dicoblos pemilih pada kolom parpol dan caleg.

 

Suara sah yang diperoleh parpol ini selanjutnya dibagi dalam bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3, 5, 7 dan seterusnya. Kemudian diurut misalnya Parpol A, B, C, D, dan E, suara sah mereka dibagi 1, berapa hasilnya, dibagi lagi 3 dan seterusnya sebagaimana diatur Pasal 420 huruf b UU No.7 Tahun 2017. Hasil pembagian itu disusun secara peringkat dari terbesar sampai terkecil, ini disesuaikan dengan jumlah kursi dalam dapil yang bersangkutan.

 

“Nilai terbanyak pertama mendapat kursi pertama; nilai terbanyak kedua mendapat kursi kedua; nilai terbanyak ketiga mendapat kursi ketiga; dan seterusnya sampai jumlah kursi di daerah pemilihan habis terbagi,” demikian bunyi kutipan Pasal 420 huruf d UU No.7 Tahun 2017.

 

Setelah dilakukan pembagian jumlah suara parpol dengan metode sainte lague itu, kemudian diketahui berapa banyak kursi yang diperoleh setiap parpol yang lolos ambang batas. Misalnya, parpol A mendapat 3 kursi, kemudian kursi ini diberikan kepada setiap caleg yang memperoleh suara terbanyak. Berarti caleg dengan perolehan terbanyak pertama, kedua dan ketiga yang bisa mendapat masing-masing 1 kursi.

 

Tak sampai disitu, Veri menuturkan perjuangan caleg sampai akhirnya terpilih masih panjang. Persoalan muncul jika parpol tertentu hanya mendapat 1 kursi, sedangkan caleg dengan perolehan suara terbanyak pertama dan kedua selisihnya tipis misanya hanya 5 suara. Ada potensi caleg mengambil jalan pintas dengan cara curang yakni mengambil suara parpol atau suara pemilih yang hanya mencoblos kolom parpol.

 

Suara parpol ini kemudian diambil sebagian untuk dialihkan kepada caleg yang curang tersebut agar perolehan suaranya bertambah menjadi peringkat pertama. Veri melihat potensi kecurangan seperti itu tidak banyak mendapat sorotan karena persoalan ini kerap dianggap sebagai masalah internal parpol. Seolah tidak ada yang dirugikan. Bagi Veri modus ini bisa dilakukan dengan melibatkan penyelenggara pemilu.

Tags:

Berita Terkait