Menyediakan Aborsi Aman di Indonesia
Kolom

Menyediakan Aborsi Aman di Indonesia

Kementerian Kesehatan, IDI, dan POGI perlu didorong untuk berempati dalam melihat pentingnya menyediakanlayanan aborsi aman. Setidaknya bagi korban kekerasan seksual sesuai kebijakan saat ini.

 Girlie L.A. Ginting (kiri); Maidina Rahmawati (kanan). Foto: Istimewa
Girlie L.A. Ginting (kiri); Maidina Rahmawati (kanan). Foto: Istimewa

Tanggal 28 Maret 2024 hari ini menjadi awal diperingatinya hari menghapuskan stigma aborsi di seluruh dunia oleh aliansi sejumlah organisasi sosial. Gerakan ini dilakukan untuk melengkapi 28 September yang merupakan hari aborsi aman sedunia. Tujuannya agar berdampak pada kebijakan dan layanan di masyarakat.

Gerakan aborsi aman sebenarnya berevolusi. Sebelumnya, gerakan ini dipopulerkan oleh kelompok feminis liberal kulit putih dengan semangat pro-choice. Isinya menekankan aborsi sebagai pilihan perempuan dan hak privasi. Mereka menginterpretasikan hak privasi sebagai negative rights. Tuntutannya adalahmeminta negara untuk tidak mengintervensi hak ini. 

Baca juga:

Dorothy Roberts—dalam bukunya Killing the Black Body: Race, Reproduction, and the Meaning of Liberty—mengkritik gerakan pro-choice bahwa “hak negatif,” bergantung sepenuhnya pada pilihan individu. Padahal, tidak semua orang memiliki pilihan. Terdapat struktur kekuasaan dalam konteks ekonomi, politik, dan sosial yang menyebabkan perempuan tidak memiliki pilihan. Konsep pro-choice ini tidak memberikan perlindungan terhadap kehormatan dan otonomi kelompok miskin dan tertindas.

Selain itu, terjadi juga evolusi untuk menginterpretasi hak privasi, bahwa inti dari privasi adalah otonomi. Otonomi tersebut harus dimiliki setiap orang yang untuk memenuhinya harus memperhatikan akses sosial dan politik seseorang. Penyediaan aborsi aman adalah bagian dari menjamin otonomi individu harus dimiliki siapa saja secara setara. Oleh karena itu, gerakan aborsi memperhatikan kerentanan berdasarkan ras dan kelas yang menghambat kesetaraan. Dorongan ditujukan pada penghapusan kriminalisasi aborsi dan keadilan bereproduksi. Penyediaan aborsi aman bukan sekadar memberi pilihan, tetapi untuk melindungi otonomi manusia yang berlandaskan keadilan sosial.

Dalam konteks Indonesia, penyediaan layanan aborsi aman jelas merupakan masalah keadilan sosial. Tahun 2018 lalu, WA (16 tahun), dari keluarga miskin di Muara Bulian, Jambi, harus melahirkan tidak aman akibat perkosaan yang dilakukan oleh kakak kandungnya. Ia malah dituduh melakukan aborsi bahkan sempat ditahan dan diputus 6 bulan penjara. WA diputus lepas oleh pengadilan di tingkat banding atas dasar daya paksa akibat trauma sebagai korban kekerasan seksual. 

WA terbilang bernasib lebih baik. Tahun 2021 lalu, M (12 tahun)—juga berasal dari keluarga miskin—diperkosa oleh seorang kakek 56 tahun. M mengalami kehamilan lalu memohon untuk diberikan layanan aborsi aman kepada negara. Namun, permohonannya ditolak oleh Polres Jombang. M tidak mendapat layanan kesehatan selama masa kehamilannya meski pernah diberikan bantuan sebatas sembako.

Tags:

Berita Terkait