Nota Kesepahaman Tidak Mengatur Pengembalian Tersangka Korupsi
Berita

Nota Kesepahaman Tidak Mengatur Pengembalian Tersangka Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani nota kesepahaman dengan lembaga anti korupsi dari Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Namun, nota tersebut tidak mengatur pengembalian para tersangka korupsi yang kabur ke negara-negara tetangga itu.

Nay
Bacaan 2 Menit
Nota Kesepahaman Tidak Mengatur Pengembalian Tersangka Korupsi
Hukumonline

 

Menurutnya, tidak hanya WNI yang kabur ke Indonesia, ada pula warga negaranya yang kabur ke Indonesia dan selama ini pemerintah Singapura juga tidak dapat membawanya itu kembali.

 

Ditengarai terdapat banyak tersangka maupun terdakwa kasus korupsi di Indonesia yang ternyata berada di Singapura atau memiliki aset di Singapura. Namun, sejauh ini mereka tidak dapat dibawa kembali ke Indonesia karena ketiadaan perjanjian ekstradisi dengan Singapura.

 

Chua sendiri berpendapat bahwa perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura tidak akan banyak membawa dampak dalam mempermudah kerja komisi pemberantasan korupsi di kedua negara. Pasalnya, papar Chua, jumlah koruptor Indonesia yang berada di Singapura tidak banyak. Kalaupun ada tersangka kasus korupsi, harus dibuktikan terlebih dahulu secara hukum bahwa tersangka itu memang benar bersalah.

 

Treaty

Hal yang sama dikemukakan oleh ketua KPK, Taufiqurrachman Ruki. Menurut Ruki, urusan ekstadisi pelaku korupsi bukan urusan KPK, melainkan urusan antar pemerintah, yaitu Departemen Luar Negeri.

 

Karena itu, menurutnya, nota kesepahaman empat negara ASEAN itu tidak menyinggung hal tersebut. "Masing-masing agency bersepakat untuk saling mendukung sesuai kewenangan yang diberikan oleh hukum domestik masing-masing. Sepanjang permintaan bantuan sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki, mereka akan bantu, dan kami menghormati sikap (mereka) itu,"ujar Ruki.

 

Angin segar justru disampaikan oleh Prof. Romli Atmasasmita, ketua Forum 2004  (forum yang mengawasi KPK, red). Dikatakannya, ia mendapat kabar dari Menteri Kehakiman bahwa Singapura sudah mau duduk bersama untuk membicarakan soal ekstradisi. Apalagi, pada 29 November 2004 lalu ASEAN telah melahirkan Treaty Mutual Assistance In Criminal Matters.

 

Soal nota kesepahaman antara KPK Indonesia dan lembaga anti korupsi Malaysia, Singapura dan Brunei, Romly menyatakan itu bertujuan untuk mempermudah kerjasama operasional penanganan korupsi antar negara-negara tersebut. Diharapkan ada kesepahaman antara lembaga pemberantasan korupsi di negara-negara tersebut untuk saling memberikan bantuan.

 

"Misalnya tukar menukar informasi dalam penyelidikan suatu kasus, pelatihan-pelatihan, diskusi atau seminar," cetus Romli

Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dilakukan Rabu (15/12) di Jakarta dan disaksikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. Penandatanganan dilakukan oleh perwakilan dari lembaga anti korupsi dari empat negara ASEAN (Bukan enam, seperti yang ditulis hukumonline sebelumnya. Lihat artikel terkait, red).

 

Dalam sambutannya, Kalla menyatakan pemerintah Indonesia siap bekerjasama untuk memberantas korupsi. Menurutnya, jika ada upaya internasional untuk berperang melawan terorisme, maka sudah waktunya ada upaya internasional untuk memerangi korupsi.

 

"Kalau koruptor dari Malaysia, Singapura dan Brunei lari ke Indonesia, pemerintah Indonesia akan membantu mengembalikan. Sebaliknya kami meminta ketiga negara tersebut, apabila ada koruptor Indonesia yang berada di negara itu, dibantu untuk dibawa kembali," ujar Kalla.

 

Namun, permintaan Kalla tersebut tampaknya belum akan terpenuhi.  Ketua  The Corrupt Practices Insvestigation Bureau of the Republic of Singapore, Chua Cher Yak menyatakan pengembalikan koruptor Indonesia yang ada di Singapura harus dilakukan sesuai dengan hukum. Chua mengatakan, "Harus ada hukum yang memperbolehkan kami untuk melakukan hal itu".

 

Karena saat ini Indonesia tidak mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Singapura, otomatis ia menganggap pengembalian koruptor yang ada di negaranya ke Indonesia mustahil untuk dilakukan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: