Pemadaman Listrik Menuai Gugatan Terhadap Pemerintah
Berita

Pemadaman Listrik Menuai Gugatan Terhadap Pemerintah

PLN, Presiden dan Menteri ESDM dinilai melakukan perbuatan melawan hukum karena memadamkan listrik secara sepihak. Apalagi tidak memberikan kompensasi ganti rugi pada konsumen.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh ikut digugat lantaran pemadaman <br> listrik. Foto: Sgp
Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh ikut digugat lantaran pemadaman <br> listrik. Foto: Sgp

Setelah didaftarkan awal Desember 2009 lalu, majelis hakim Pengadilan Niaga akhirnya menggelar gugatan citizen law suit terhadap Presiden, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Selasa (5/1). Gugatan itu dilayangkan oleh dua advokat dari kantor Adams & Co, David. M.L Tobing dan Agus Soetopo. Gugatan dilayangkan terkait dengan pemadaman listrik beberapa waktu lalu.

Selaku advokat, keduanya merasa berkewajiban untuk menegakkan hukum, khususnya perlindungan konsumen. Karena itulah kedua pengacara memilih gugatan citizen law suit sebagai ‘perlawanan’ terhadap pelanggaran hak konsumen atas penyediaan listrik.

Ketika persidangan digelar, hanya biro hukum Departemen ESDM yang hadir. Sedangkan Presiden dan PLN tak mengirimkan kuasa hukumnya untuk datang ke persidangan yang dipimpin Nani Indrawati itu. Lantaran para tergugat belum lengkap, majelis hakim memutuskan menunda persidangan hingga pekan depan.

Dalam gugatan, kedua penggugat menuding PLN telah melanggar kewajiban hukum PLN selaku penyedia tenaga listrik. Sesuai Pasal 29 ayat (1) huruf b UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, konsumen berhak mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik.

Faktanya, ketika terjadi kebakaran pada gardu cawang, konsumen yang kena getahnya. PLN malah membuat jadwal pemadaman listrik secara sepihak di beberapa wilayah Indonesia. Pemadaman di Jakarta sendiri berlangsung dari 7 Oktober 2009 hingga 24 November 2009. Padahal, dari pemberitaan media terungkap kebakaran itu disebabkan kelalaian PLN dalam mengoperasikan gardu. 

PLN seharusnya mempunyai cadangan jalur pendistribusian tenaga listrik. Sebagai upaya antisipatif, PLN semestinya juga menyediakan sumber tenaga listrik alternatif. Padahal proyeksi laba bersih BUMN tersebut pada 2009 mencapai Rp7 triliun.

Kompensasi
PLN seharusnya memberikan kontraprestasi atas pemadaman listrik pada konsumen. Karena sebagian besar konsumen mengalami kerugian secara materiil dan immaterial. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan kerugian di wilayah DKI Jakarta saja mencapai Rp10 miliar. Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta memperkirakan kerugian yang dialami sektor usaha kecil, mikro dan menengah di Jakarta mendapai Rp97 miliar.

Hal itu sejalan dengan Pasal 29 ayat (1) huruf c UU Ketenagalistrikan. Pasal itu menentukan konsumen berhak mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaa listrik seuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.

Pascapemadaman itu, Presiden dan Menteri ESDM selaku pihak yang bertanggung jawab atas usaha penyediaan tenaga listrik, tidak pernah sekalipun memberikan kompensasi pada konsumen. 

Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM menelurkan surat keputusan No. 114/2003 yang mengatur kompensasi atas pemadaman bagi warga Jakarta. PLN memberikan kompensasi keringanan pembayaran listrik 10 persen dari biaya beban rekening listrik bagi masyarakat yang terkena pemadaman minimal satu jam.

Menurut David dan Agus, SK Dirjen itu tak layak untuk diterapkan. Sebab tidak sebanding dengan kerugian konsumen. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencontohkan jika daya terpasang 450 volt ampere, maka kompensasinya hanya Rp1.500. Karena biaya abodemen pelanggan 450 volt ampere Rp15.000. Jumlah konsumen listrik yang menggunakan daya terpasang 450 volt ampere hampir 85 persen.

Kompensasi itu dinilai tidak bermanfaat dibanding kerugian ekonomi konsumen. Sementara, jika konsumen telat membayar listrik, PLN tak segan memutus aliran listrik.

Untuk memformulasikan perhitungan ganti kerugian yang layak, penggugat meminta majelis hakim membentuk tim pembayaran ganti rugi. Tim itu beranggotakan dua wakil dari Presiden dan Menteri ESDM, dua wakil dari pelaku usaha dan tiga orang wakil konsumen.

Seminggu setelah putusan perkara No. 476/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST ini berkekuatan hukum tetap maka tim wajib mengumumkan putusan. Hal itu agar konsumen bisa mendaftarkan diri dengan menyerahkan bukti pemadaman dan bukti kerugian.

Sebulan setelah waktu pendaftaran itu, tim diharapkan memverifikasi bukti untuk menentukan konsumen mana yang berhak mendapat ganti rugi. Tim juga mengajukan besarnya jumlah hanti rugi pada PLN dan menyalurkannya langsung pada konsumen.

 
Tags:

Berita Terkait